Jumat, 11 April 2014

Get My Honey in Bali - Blog post ini dibuat dalam rangka mengikuti Proyek Menulis Letters of Happiness: Share your happiness with The Bay Bali & Get discovered!

Get My Honey in Bali Mentari pagi dan suara alarm memaksa membangunkanku di pagi hari, menyeret kakiku untuk melangkah masuk ke ruangan kerjaku. Ini, ini kembali lagi dengan rutinitas atau ritual pagi, yang sebenarnya agak menyiksa ku, karena penyakit insomnia belum sembuh juga, manakala malam, otak ku untuk menulis makin cemerlang. Beruntunglah sekarang dengan pekerjaan baru sebagai penulis pemula, membuat atasan ku lebih mengerti, dan membiarkan ku datang lebih siang, Atasan ku hanya mengatakan , kamu ada perubahan, jauh lebih semangat dan fresh. Jelas batin ku, karena sekarang nyawa saya telah hidup, dan bersinar terang, semua juga karena Sisca pacarku, dan hasil karyaku. Siang hari, sebelum aku menelepon dan mengingatkan Sisca tuk makan siang, dia sudah lebih dulu meneleponku. “Tumben, beib, kamu telepon aku dulu, aku saja yang telepon kamu balik, nanti pulsa kamu habis.” kataku. “Ga, jangan say, biar aja gpp, o ya, aku pengin ngomong sama kamu,siang ini, di sekitar Thamrin bisa ga, sambil cari makan siang, ?” ajaknya dengan nada bicara yang seperti takut. “Bisa, boleh, ayuk, aja, kebetulan tugas ku sudah mau kelar.” Kami memutuskan bertemu di Gokana. Sisca telah sampai dulu di sana, dengan setelan blazer warna hitam, di dalamnya kemeja seragam warna merah. Ia menunjukkan aura kecemasan dan ketakutan, seperti habis saja melakukan kesalahan besar padaku. “Beib, aku mau bilang sesuatu padaku, tapi kamu janji ya jangan marah, atau down” kata nya dengan nada cemas seakan aku akan marah pada nya. “Ya, bilang aja, say,” kataku mencoba menenangkan nya sambil mengunyah makanan di depanku paket Gokana 1 kesukaanku. “Aku,, aku,, akan dipindahkan selama 1 semester ke Bali, beib.” katanya dengan nada tersendat sendat. Aku pun dengan spontan tersedak chicken teriyaki yang baru saja kugigit, karena kaget. “Are u seriously, are u kidding to me, mau kasi surprise lagi ya?” kata ku mencoba menghibur diriku. “Ga, say, kali ini benar, aku tidak main-main, maka dari itu mungkin ni kali terakhir aku bisa bertemu kamu, karena lusa aku sudah harus ada di Bali, aku diminta untuk membantu manajemen di sana yang agak berantakan.” penjelasan yang panjang lebar Sisca utarakan. Aku hanya terdiam seperti patung, nafsu makan ku seketika hilang, kuteguk air mineral, rasa nya perutku mual, makanan yang baru saja masuk ingin kumuntahkan. Hari itu awal shock ku yang kedua setelah 6 bulan lalu, Tuhan memanggil nenek ku. Sejak peristiwa di Gokana itu, aku mulai tak semangat bekerja. Hampir juga bedah buku yang sejak awal kujadwalkan tanggal 16 agustus kubatalkan dengan alasan sakit. Namun setelah aku pikir, dan tetap dengan support Sisca yang sudah jauh di Bali, aku kembali bersemangat untuk bedah buku “Perempuan Terindah”. Rasanya menyenangkan dapat bertemu dengan guru-guru semasa SMA, belum ada perubahan, masih sama, dan berjumpa juga dengan adik-adik kelas ku, mereka jauh lebih kritis dan cerdas di masa sekarang berbeda dengan masa SMA ku saat itu. Komunikasi ku dengan Sisca tetap terjalin dengan baik, bahkan di malam minggu pun, kami berdua rela tak keluar kamar, hanya untuk berjam-jam web cam, memandang wajah, wajah bertemu wajah, hingga terkadang kami tertidur di ranjang masing-masing. Tapi bagiku aku tetap sepi sendiri, seperti sup tanpa garam, hambar, aku seperti seorang jombolo lagi . Seringkali hasrat kelakian ku muncul , ingin mencari pelarian lain, selingkuh dengan perempuan lain, toh Sisca juga tak melihatku, namun kuurungkan niatku, karena kuyakin Sisca juga setia. Buku ku dicetak ulang ketiga, dan penerbit memintaku untuk menulis karya baru lagi. Aku belum terpikir naskah apa yang hendak kutulis, hatiku sedang dirudung sepi. Bulan Oktober menjadi saat-saat padatku, penerbit menghubungiku, ada permintaan dari beberapa sekolah di Medan, Makasar, dan Yogyakarta, ingin mengundang ku sebagai pembicara (Penulis Novel Pemula). Semua biaya ditanggung oleh penerbit bekerjasama dengan sekolah. Aku pun, dengan biaya yang telah ditransfer dari penerbit, melakukan semua nya sendiri, mulai dari memesan tiket, mengemasi barang, memilih baju, yang biasanya Sisca selalu membantu mengingatkan dan menyiapkan kini jauh. Aku sendiri lagi …. Aku menjadi pemalu, pendiam, penyendiri. Ke mall sendiri, nonton sendiri. Pernah suatu waktu ada pelajar SMA, menyapaku ,”Kak Robby , penulis novel ya?” tanya nya. “Ya, jawabku, sekenanya.”Kakak, sama siapa, kok sendiri, pacar nya mana kak?” tanya nya penuh tanda tanya . Kujawab : oooh, pacar kakak lagi ada urusan kantor, kakak janjian dengan teman, tapi belum datang nihhh, lama dia nya.” jawabku menghindari rasa malu sambil melihat ponselku. “O ya udah kak, kita duluan ya, buku kakak bagus banget, dalem banget maknanya, sampai saya nangis bacanya.” puji gadis remaja di depanku, yang mulai beranjak menuju studio 2, digandeng erat oleh tangan seorang pria , yang kutaksir adalah pacar nya. Siapa lagi kalo bukan pacar berani gandeng tangan cewek, ya ga. Aku menjadi sering tersinggung ketika teman kantor, klien menanyakan, kok ke mall sendiri, nonton sendiri, cari makan malam sendiri, ga sekalian bilang boker atau kencing sendiri gituu !!! Kepo banget. Mmmm emang ada yang salah ya jika semua dilakukan sendiri, bukan kah bagus, mandiri, dan tak tergantung orang lain? Orang lain sekitar ku menganggap ku aneh, sering nongkrong sendiri di kafe J’CO, atau Starburks, sibuk dengan laptop, atau BBM dengan Sisca, melepas rindu. Pernah juga suatu waktu ketika di Bandara menuju Makasar.. Seorang artis remaja, menyapaku, kak Robby ya , penulis novel, mau ke mana, kok sendiri aja?” tanya nya mencoba meyakinkan. “Iya, benar, kamu , artis remaja khan, ya nih mau ada undangan bedah buku di Makasar, nanti ketemu team penerbit langsung di sana.” Kak, kapan dong nulis novel lagi, novel pertama nya menyentuh banget, aku sampai terharu bacanya, bikin dong, cerita percintaan kakak.” kata nya mencoba memuji sekaligus membuat ku mengelus dada. “O ya, nanti ya, kakak lagi sibuk bedah buku nih, nanti kalau udah agak free, takut ga fokus dan maksimal.” Kamu sendiri sama siapa, dan mau ke mana? tanyaku basa-basi. Tuh sama teman-teman yang lain, sambil menunjuk ke arah mesin pengambilan koper, mau nunggu teman yang jemput, kemarin liburan seminggu di Singapura. Beberapa di antara teman-teman nya kulihat artis juga. Aku pun meminta ijin ke toilet sekalian berpamitan untuk menghindari pertanyaan lain. Di kursi lain yang agak jauh aku menunggu pesawat yang akan membawa ku ke Makasar. Sepanjang pesawat aku terus memikirkan perkataan artis remaja tadi, aduh cerita percintaan, bikin greget, sekarang status ku seperti jomblo lagi. No women beside me. Ada hanyalah bayangan maya, di balik layar ponsel, atau layar web. Aku menjad lemah tanpamu Sisca. Semua bedah buku tour ku di beberapa kota berjalan lancar, penerbit memaksa ku untuk menulis karya novel baru, halaman tak dibatasi, lebih tipis juga tidak apa-apa, penggemar / pembaca sudah merindukan karya berikutnya dari ku. Kutemukan Kau Kembali di Pesta Aku masih terdiam dan menikmati dengan duniaku, kesendirianku, meski sekitarku ramai dengan hiruk pikuk, tawa canda, bahan gosipan, artis ternama maupun kabar tentang negara dan politik, aku tetap terbisu dan seperti boneka, pasrah. Sementara ada pula orang-orang lain menikmati musik dan bergoyang dansa sesuai irama yang dimainkan seorang DJ perempuan. Perempuan dan pria berpasangan, saling berpelukan, sementara aku malam itu sebenarnya tak sendiri. Aku ditemani perempuan cantik yang menggenggam tanganku memaksa menyeret kakiku bangun dari kesendirianku, menuju panggung di mana banyak orang berdansa, melepas kepenatan, sebab ini malam menggantikan tahun. Mereka semua tamu-tamu tertawa terbahak-bahak, seakan-akan mentertawakan duniaku yang sepi. Mereka seakan memojokkan ku, menyalahkan, dan menghujani ku. Aku mencoba tersenyum simpul, kutarik mulut ku ke kanan dan ke kiri sehingga membentuk tanda senyum, ditambah lagi kata teman-teman kantor, aku akan semakin tampan jika tersenyum karena ada lesung pipit. Pesona perempuan di depan ku mulai menyadarkanku bahwa ku tak sendiri, aku masih memiliki kekasih, yang berdansa kupegang pinggangnya, masih seperti yang dulu, Sisca. Hanya suasana kebekuan masih menyelimutiku, mungkin karena telah hampir satu semester aku tak bersentuhan dengan nya, tak melalui malam minggu bersama, hanya lewat web cam, skype, BBM, YM, atau telepon yang juga tak setiap hari bisa dilakukan. Ia kembali mencoba mengembalikan ingatanku, memori tentang nya, ketika tahun lalu aku juga bersama dengannya di kota Bali. Dan ia mencoba membisikkan kata “Happy Anniversary Beib,” lembut ke telingaku di tengah keramaian suara terompet. Seperti biasa, sejak awal kita jadian, aku dan Sisca selalu merayakan tanggal 1 Ya, tepat hari ini tanggal 1 Januari 2014, tepat 15 bulan, aku mengikat janji pacaran, dan akan saling menjaga kepercayaan masing-masing. Bulu kuduk ku semakin merinding, kurasakan aura dingin makin menusuk pori-poriku, merasa bersalah pada Sisca, telah berubah seperti vampire di hadapannya, siap menghisap darahnya, karena kebekuan ku dari beberapa hari lalu di Bali, Aku menjadi semakin cuek, ternyata dia sama sekali tak ada yang berubah. Masih sama seperti Sisca yang dulu 15 bulan lalu. Aku makin memperkuat dekapanku, dan pelukan ku, di tengah dansa kemeriahan tahun baru. Aku membalas dengan membisikkan kata serupa .”I’m sorry Beib, Happy Anniversary.” Dalam hati kecilku, genderang perang bertabuhan, ada kesenangan berbalut haru, kukecup pundak Sisca, kuhirup aroma parfum yang masih sama Anna Sui 'Flight Of Fancy for Women'. di balik baju merah tanpa lengan koleksi mango. Parfum beraroma floral fruity yang menyegarkan, selalu ia semprotkan saat nge-date denganku beberapa dimensi waktu yang lalu. Akhirnya setelah 30 menit, kita berdansa, dan saling berpelukan melepas rindu, Sisca menggandeng ku menuju meja, melanjutkan pesta awal tahun, dengan mengangkat gelas cocktail, bersulang bersama, merayakan hari jadian yang ke 15. “O ya, habis ini ada acara apa, kita jalan-jalan keliling Bali, sepanjang hari, mau ga?” ucapku mengganti topic pembicaraan dengan yang lain. Ok, boleh, aku sih setuju aja, lagian juga Beli Made, masih jomblo, belum berkeluarga, kita ajak sekalian jalan-jalan. What, kita mau jalan bertiga, ga ah beib,” tolak ku dengan cepat. Bukan gitu, nanti kita jalan-jalan sendiri, beli Made juga jalan sendiri, kasian dia biasa hanya di mobil. Ok boleh aja, kataku sambil memegang rambutnya. Kunjungan pertama :Pantai Sanur, di sana kami sampai pukul 05.15, menunggu sunrise muncul, tempat nya romantis, kita bisa melihat keindahan matahari terbit. Tak lupa kami mengajak beli Made untuk turun, dan sesekali kami meminta nya untuk mengabadikan keromantisan kami dengan tablet ku. Berlanjut sarapan pagi, di Ayam Betutu warung Krishna yang tak jauh dari sana. Pukul 09.00 berlanjut ke GWK (Garuda Wishnu Kencana), tak lupa juga aku dan Sisca berfoto bersama dari hasil jepretan beli Made. Siang hari nya aku memutuskan spa di ubud, beli Made pun juga kuajak , sekalian melepas kantuk, dan berlanjut dengan makan siang. Penutupan hari itu, kami mengunjungi Tanah Lot, untuk melihat sunset, sekitar pukul 17.00 WITA, matahari terbenam sudah tampak, warna nya indah, romantis, di bawah cahaya kekuningan , aku berjalan bersama Sisca, menikmati kebersamaan, dari jauh Made melihat kami. “Waktu dan tempat telah memisahkan kita, sudah biarkanku sendiri tak ada yang menggandeng tanganku saat malam minggu, aku jadi iri melihat pasangan lain.” kata Sisca menyesali Realy??Yakin ga ada cowok bali yang memikat kamu, di sini khan cowok nya ganteng dan six pax, tanya ku mencoba menggodanya. “U not trust me beib,?” ucapnya dengan nada kesal. Ku percaya kok , sambil kucium keningnya, ku juga sepi sama, ke mall selalu sendiri, dan aku seringkali hampir tergoda pemandangan lain, namun aku tetap kuat iman, dan ingat kamu juga ga akan selingkuh di Bali. I love u, forever n ever. Aku dan Sisca hampir secara bersamaan, mengucapkan janji ikrar saat pertama kali aku menyatakan cinta tepat 15 bulan lalu. Sambil menikmati sunset, aku senandungkan lagu lawas ketika aku SMP, Menatap lembayung di langit Bali Dan kusadari betapa berharga kenanganmu Di kala jiwaku tak terbatas Bebas berandai memulang waktu (petikan lagu Lembayu Bali-Saras Dewi) Sisca yang suka juga dengan lagu itu ikut bernyanyi. Kita bernyanyi bersama, memadu kasih, berpelukan, berangkulan hingga lagu itu habis. Andai ada satu cara Tuk kembali menatap agung surya-Mu Lembayung Bali Seakan dunia ini milik kita, Oh indahnya. Dan kini aku siap, berbagi cerita cinta ku dan Sisca dalam novel terbaruku