Selasa, 31 Desember 2013

Kutemukan Kau kembali di Bali

Telah terlahir dari sebuah hasrat terpendam, inilah aku, dan segala keunikanku. Aku sadar kini dunia itu adil. Kenyataan menyadarkanku akan statusku sekarang. Masih sama, belum ada yang berubah. Aku terlahir dari keluarga yang kurang bahagia, sering terjadi pertengkaran kecil di rumah, ibuku selalu mengomel, dan menerocos tidak jelas, mengomentari banyak hal, namun tak ada yang dapat ia kerjakan, Pekerjaan setiap hari tak lebih hanya menonton tayangan TV, tidur-tiduran atau hanya mengisi TTS. Tidak banyak yang bisa ia lakukan, memasak pun kadang sesekali. Sementara ayah ku menginginkan semua keadaan menjadi rapi dan perfect, ya jadi nya semua rutinitas rumah yang seharusnya menjadi tugas seorang ibu rumah tangga diambil alih juga oleh ayahku. Mulai dari mencuci tumpukan pakaian yang mungkin sudah seminggu menumpuk di keranjang baju, memasak, bahkan menyapu, dan mengepel. Bagiku ayah adalah superhero. Namun sifat nya buruk nya kadang lambat, dan mengesalkan karena semua diatur, dan diperhitungkan. Jika tidak mendesak atau penting untuk dibeli ia tak akan mengeluarkan uang dari saku dompet nya yang tiap minggu nya selalu bertambah tebal. Apa yang akan kalian lakukan jika mengalami hal di posisi ku? Mengeluh, mengomel, melawan, atau pergi menjauh, Mungkin banyak dari kalian akan mengomel atau berontak. Tindakan yang kuambil , kupilih tinggal bersama nenek. Sejak kecil, aku dekat dengan nenek, maka dari itu sejak aku kurang nyaman dengan orang tua, kuputuskan tinggal bersama nenek. Nenek ku lebih dari superhero bagiku. Ia tak pernah mengomel, ia mengerjakan semua nya dengan ikhlas, bangun pagi-pagi, bahkan sebelum ada suara ayam berkokok, atau suara adzan subuh terdengar, ia sudah bangun menyapu, mengepel, dan memasak, lalu mengantarkanku sekolah, dan menyelesaikan aktivitas rumah yang belum terselesaikan hingga malam menjelang. Ia mulai dapat duduk ketika suara adzan magrib berkumandang. Di balik tubuhnya yang mulai renta dan rapuh karena usia, semangat nya tetap menyala berkobar. Kurasakan cinta nya padaku teramat besar, dan hingga beranjak remaja ia masih sering memanjakanku, aku berjanji ketika lulus kuliah dan bekerja memiliki gaji sendiri, aku akan memboyong menuju rumah kontrakan atau berjalan-jalan dengannya. Namun harapanku, impianku pupus sudah, Tuhan ternyata berkehendak lain, di awal tahun lalu, ia memanggil menghadapNya, tanpa ada tanda-tanda sakit. Aku sangat terpukul dan tersiksa atas peristiwa itu. Sepanjang beberapa bulan bahkan sampai sekarang kadang dalam malam-malam kupanjatkan doa untuk ketenangan arwah, sering mendapat perjumpaan melalui mimpi. Ya, sudah bisa dibayangkan aku tak bisa tidur dengan sempurna tiap malam, menyebabkan sering terlambat bekerja, mendapat teguran dari atasan. “Kamu itu, masih niat bekerja, ga sih, kamu itu ga disiplin, ga bisa bangun pagi, ya, kamu selalu terlihat lunglai , mengantuk saat masuk ruangan, banyakin olahraga, gerak, jadi kelihatan segar. dan sebagainya,,, (radio rusak):) . Itulah ocehan, omelan, yang kudengar setelah peninggalan nenek ku. Aku mencoba cuek saja, tak mempedulikan segala ancaman atau apapun itulah. Aku ambil nilai-nilai positif atasanku, yang mengajarkan arti kedisiplinan, dan telah menganggap seperti anaknya. Namun bagiku, ia belum mampu menggantikan nenek ku, yang biasa cenderung memanjakanku. Menjadi lebih Introvert Keterpurukan itu tak berhenti begitu saja, aku yang memiliki sifat dasar kurang pandai bergaul secara sosial. lebih senang mengungkapkan perasaan , keluh kesah lewat tulisan hingga larut malam, sekarang menjadi sangat introvert. Semau gue, itulah tujuan hidup baru. Tindakan, aktivitas dalam hidup semakin tak terancana. Atasan makin memberikan aku ultimatum-ultimatum baru yang lebih menyakitkan. “Ingat, kamu itu bukan siapa-siapa, belum ada apa-apanya.” Aku tetap makin terdiam, tak bergeming, sama sekali tak takut atau merasa direndahkan. Ini aku, aku dengan duniaku. Tak boleh ada seorang pun mengusik ku, mengajariku, aku bersikukuh, bertahan dengan keegoanku. Whatever! Rutunitas makin kubatasi, biasa di hari Senin, Rabu, dan Jumat, rutin membentuk badan di fitness center Gold, sekarang hanya satu kali. Biasa aku sering memanjakan cewek ku seminggu dua kali, di malam minggu, dan minggu, sekarang malam minggu kuhabiskan di kamar dan merenung atau sekedar menulis. Untunglah cewek ku paham dengan masalah yang kuhadapi. Ia juga menssuport aku untuk bangkit, namun sepertinya cara nya belum mampu melunakkan hatiku untuk berubah. Aktivitasku menjadi seorang konsultan di luar jam kantor juga makin kubatasi, bertemu dengan orang-orang baru makin jarang. Email pun luput dari penglihatan, seminggu sekali, dan apa yang terjadi email menjadi penuh, banyak request permintaan berteman facebook, twitter, orang-orang berkonsultasi. Di otakku hanya terpikir oleh sosok nenek yang belum bisa kuterima kepergiannya. Aku merasa berdosa belum sempat menepati perkataanku tuk membuatnya bahagia membalas pengorbanan, perjuangan, pengasuhan nya selama ini. Banyak klien menjadi sering terabaikan, ada yang aneh dalam diriku. Aku mencoba menghubungi teman dekatku seorang psikolog, dan memberikan saran padaku, untuk relaksasi, dan mencoba untuk bisa bangkit dari keterpurukan dengan lebih banyak berkumpul, bercerita, dan menjalani kesibukan seperti biasa. Perlahan kubuka hatiku dan melakukan perubahan. Benar saja, saran dari temanku, tawaran job ku di luar makin bertambah. Aku kerjakan semua nya dengan baik dan perfect. Semangatku kembali menyala. Suatu pagi di hari Senin, kucoba cek email, di sana tertulis : To : Robby Sugiarto From : Penerbit Cahaya Cita Message : Dear Mr. Robby Sugiarto No : 027/CHC/Fiksi-Motiv/III/13 Dengan hormat, Terima kasih atas kepercayaan Bapak mengirimkan naskah kepada kami, yang berjudul: PEREMPUAN TERINDAH Kami sudah mempelajari naskah Bapak, baik dari sisi isi maupun pasarnya. Kami tidak meragukan. Kami sudah memprediksi serapan pasar atas buku itu. Naskah tersebut sangat inspiratif, hanya ada sedikit revisi atau penyempurnaan bahasa dan EYD agar lebih maksimal. Oleh karena itu, kami memutuskan untuk menerbitkan naskah Bapak dengan mekanisme reguler dengan oplah cetak 2.000 eks pada tahap awal. Jika buku tersebut laku di pasar, maka kami akan mencetak lagi sesuai kebutuhan pasar. Dalam mekanisme ini, kami memproses naskah tersebut secara sungguh-sungguh, melalui proses penyuntingan. Kami memohon kerjasama Bapak, manakala kami membutuhkan penyempurnaan kata-kata dan makna, dalam waktu dekat kami dan team akan mengirimkan bagian-bagian mana saja yang membutuhkan revisi dari Bapak. Selain itu, kami juga akan mengirimkan surat kontrak kerjasama penulis-penerbit. Di mana nanti kami memberikan royalty 10%, dan diskon kepada penulis hingga 35%. Demikian, Bapak, tanggapan yang bisa kami berikan. Jika Bapak membutuhkan penjelasan lebih lanjut, kami akan mengirimkannya melalui email atau dapat juga menghubungi kami di (02xx) 7685xxx ext 891, dengan Ibu Rose Hormat kami, Mark Sinatria Aku terperangah dan terkejut dengan email dari salah satu penerbit sedang berkembang. Aku merasa tak pernah sekalipun mengirimkan naskah cerita (novel) yang ada di laptopku ke penerbit. Aku kembali melamun, dan berpikir, siapa ya yang mengirimkan cerita yang terinspirasi dari kisah nenek ku ini. Aku tersadar kan, ketika ada ponsel ku berbunyi. Ada sms masuk : From : Sisca_My_Honey Message : Beib, congratulation ya, tadi aku buka email mu, naskah kamu di laptop yang kukirim bulan lalu di acc penerbit. Sorry beib, I don’t permit u, cause I want to give you a surprise. Aku yakin dari hasil tulisan mu, dan sedikit kuedit, naskah mu pasti lolos. Love _ u :) (muach). Dengan segera aku membalas pesan singkat dari pacarku : To : Sisca_My_Honey Message : Thank ya, honey, ini kado dan surprise terbaik, menjelang usia ku beranjak 27 bulan depan. Aku awal nya penasaran, tapi sekarang sudah terjawab, makasi juga ya , sudah bantu edit, pasti lebih bagus, khan kamu lulusan sastra. Beruntung aku memiliki kekasih seperti mu, yang perhatian, mengerti, dan ga pernah protes dengan sikap ku. Selamat aktivitas, good luck for u’r today. Love u too muachhh Email dari penerbit, atas bantuan Sisca membuat hidupku makin bergairah lagi, seperti syair lagu SMASH Ini lebih dari sekedar Rasa atau ilusi semata Kau buatku bergairah (petikan lagu_ Ahh) Tak selang beberapa lama, setelah aku revisi pastinya dengan bantuan my lovely Sisca, novel berjudul “Perempuan Terindah” dapat dinikmati oleh banyak pasang mata, penggemar novel, pastinya setelah dibumbui romantisme oleh Sisca, dan mbak Rose dari editor penerbit, maka novel tersebut sempat merajai toko buku. Di bulan Juli 20xx, ada sebuah sms yang tak pernah kukenal sebelumnya, aku selalu menyimpan nomor yang sering berkomunikasi denganku saja From : +62811278xxxxx Message : Dear Mas Robby, ni saya Tommy (bagian Sales & Marketing Penerbit Cahaya Cita), mau mengabarkan bahwa novel Perempuan Terindah karangan mas Robby sudah hampir habis di pasar, kami berniat akan melakukan cetakan ke-2, apakah mas akan melakukan perubahan atau revisi, atau mungkin mengganti halaman cover (jika iya, nanti akan saya sampaikan pada mbak Rose- editor)? Ditunggu balasan nya. Terima kasih. Salam -Tommy- (Sales & Marketing Cahaya Cita) Aku lalu dengan segera membalas sms Mas Tommy To : Tommy_Cahaya Cita Message : Ya, mas, terima kasih atas info nya. Nanti saya yang langsung contact mbak Rose saja. Salam -Robby- Dengan segera, di tengah kesibukan ku, aku membuka yahoo. Di sana, sebelum aku hendak mengirim email ke mbak Rose, kebetulan juga mbak Rose aktif di ym. Langsung saja, aku membuka obrolan chatting dengan nya. Robby_Smart : Hi, pagi mbak Rose.. tak lama kemudian suara bunyi, tanda chat balasan kuterima Rose_Editor_cute : Ya, mas Robby, ada yang bisa saya bantu Robby_Smart : Begini, baru saja, mas Tommy, bagian Sales mengabarkan bahwa di pasaran buku novel saya hampir habis, dan beliau mengatakan akan mencetak ulang kembali. Maka dari itu saya ingin menanyakan syarat atau prosedur apa saja ketika penulis melakukan cetak ulang berikutnya, maklum saya masih pemula mbak. Rose_Editor : O, ya mas, ni biasa hanya optional tidak wajib ada di cetak kedua (revisi, jika ada), penggantian cover (gambar atau warna) bisa request dari penulis, atau kata pengantar juga bisa. Robby_Smart : O begitu , kalau begitu, saya ingin menambah kata pengantar untuk edisi kedua, nanti secepatnya saya kirim ke email mbak Rose. Rose_Editor : Baiklah, mas. O ya, jika mas, mau melakukan launching bisa juga menawarkan proposal ke kami, nanti kami buatkan surat untuk ke instansi di mana akan melakukan bedah buku. Saya tunggu kerjasama berikutnya. Terima kasih Aku kembali mengamati dan terngiang tulisan mbak Rose bahwa penulis bisa menawarkan proposal untuk bedah buku, aku pernah promosi ke sekolah SMA ku dulu, dan mengirim beberapa buah novel ku ke sana melalui guru yang sering berhubungan via Facebook. Kubuka halaman facebook, dan mengirimkan message : To : Ibu Asri Message : Bu, masih ingat saya, dan karya novel yang saya kirim, sekarang akan rilis edisi kedua nya, jika ibu dan guru lain bersedia, dalam waktu dekat saya akan bedah buku di sana Bu. Ditunggu balasan nya ya Bu. Aktivitas pekerjaan yang sempat terhenti beberapa menit aku lanjutkan kembali. Hingga siang menjelang, seperti biasa kusempatkan menelepon my honey Sisca, mengingatkan tuk makan siang, dan sembari membicarakan sedikit tentang aktivitas kita sepanjang setengah hari. Sisca teramat senang dengan kabar yang baru saja aku sampaikan. Ia sangat antusias, ini juga tak luput dari tangan malaikatnya, yang iseng mengirimkan ke penerbit. Berkat usaha nya yang sedikit jahil namun sukses, malam harinya aku akan mengajak dia makan. “Beib, nanti malam, kamu kosong khan, ga lembur?” tanyaku dengan nada gembira. “Ga, pulang jam 17.00, seperti biasa, emang ada apa, say?” tanya nya penuh tanda tanya. Dia penasaran ga biasa di hari biasa aku menanyakan hal seperti itu. “Malam nanti aku mau mengajak mu dinner di Sushi Tei, sekalian pesta kecil merayakan keberhasilan hasil kerja kita berdua menelurkan novel, hhhee.” jawab ku dengan nada sedikit romantis. “Oooo, ok, siap boss, I’m ready. jam berapa kamu mau jemput aku?” tanya nya seperti seorang gadis manja menunggu pangeran menjemputnya. “Mm ya, biasa, jam 7 kurang aku sudah sampai di depan pintu gerbang rumah mu. Kita makan di Sushi Tei Plaza Indonesia aja ya, biar ga kemalaman pulang nya, my princess.” jawabku Tepat pukul 18.45, aku sudah tiba di pintu gerbang Sisca, dan dengan tampilan kaos santai koleksi Zara warna merah marun, dan bawahan warna senada koleksi Mark Spencer, ia keluar dengan anggun, sementara aku malam itu mengenakan kaos koleksi Zara Men berwarna putih, dan celana jeans Levis warna biru dongker. Tak sampai 15 menit , mobil ku telah sampai di parkir Plaza Indonesia. Segera kugandeng Sisca, dengan tas warna hitam mango, ia makin anggun dengan sepatu Les Femmes. Sesampai di sushi thei, kami langsung memesan beberapa menu, dan merayakan suatu perayaan kecil-kecilan, semua aku yang bayar, dan kalau ku punya waktu lebih banyak ingin kumanjakan Sisca dengan pergi menemani nya berbelanja, namun waktu sudah terlalu malam tampaknya untuk belanja. Aku putuskan untuk mengantar Sisca pulang, karena besok masih ada aktivitas menumpuk di tempat kerja kita masing-masing. Malam hari nya sebelum tidur, ku cek halaman facebook. Ibu Asri membalas message ku : Wah senang nya, ada alumni kita nih, yang sekarang sudah jadi penulis. Tadi kebelutulan ada rapat guru, dan kepala sekolah setuju, sekolah juga ada bazar tanggal 15-17 Agustus 20xx , kamu bebas pilih tanggal nya. Di tanggal itu, ibu dan guru lain memprediksi akan banyak pengunjung datang, karena bazaar juga berlaku untuk UMUM. Kami tunggu kabar selanjutnya ya. Awal Keterpurukan ku Lagi Mentari pagi dan suara alarm memaksa membangunkanku di pagi hari, menyeret kakiku untuk melangkah masuk ke ruangan kerjaku. Ini, ini kembali lagi dengan rutinitas atau ritual pagi, yang sebenarnya agak menyiksa ku, karena penyakit insomnia belum sembuh juga, manakala malam, otak ku untuk menulis makin cemerlang. Beruntunglah sekarang dengan pekerjaan baru sebagai penulis pemula, membuat atasan ku lebih mengerti, dan membiarkan ku datang lebih siang, Dia hanya mengatakan , kamu ada perubahan, jauh lebih semangat dan fresh. Jelas batin ku, karena sekarang nyawa saya telah hidup, dan bersinar terang, semua juga karena Sisca, dan hasil karyaku. Siang hari, sebelum aku menelepon dan mengingatkan Sisca tuk makan siang, dia sudah lebih dulu meneleponku. “Tumben, beib, kamu telepon aku dulu, aku saja yang telepon kamu balik, nanti pulsa kamu habis.” kataku. “Ga, jangan say, biar aja gpp, o ya, aku pengin ngomong sama kamu,siang ini, di sekitar Thamrin bisa ga, sambil cari makan siang, ?” ajaknya dengan nada bicara yang seperti takut. “Bisa, boleh, ayuk, aja, kebetulan tugas ku sudah mau kelar.” Kami memutuskan bertemu di Gokana. Sisca telah sampai dulu di sana, dengan setelan blazer warna hitam, di dalamnya kemeja seragam warna merah. Ia menunjukkan aura kecemasan dan ketakutan, seperti habis saja melakukan kesalahan besar padaku. “Beib, aku mau bilang sesuatu padaku, tapi kamu janji ya jangan marah, atau down” kata nya dengan nada cemas seakan aku akan marah pada nya. “Ya, bilang aja, say,” kataku mencoba menenangkan nya sambil mengunyah makanan di depanku paket Gokana 1 kesukaanku. “Aku,, aku,, akan dipindahkan selama 1 semester ke Bali, beib.” katanya dengan nada tersendat sendat. Aku pun dengan spontan tersedak chicken teriyaki yang baru saja kugigit, karena kaget. “Are u seriously, are u kidding to me, mau kasi surprise lagi ya?” kata ku mencoba menghibur diriku. “Ga, say, kali ini benar, aku tidak main-main, maka dari itu mungkin ni kali terakhir aku bisa bertemu kamu, karena lusa aku sudah harus ada di Bali, aku diminta untuk membantu manajemen di sana yang agak berantakan.” penjelasan yang panjang lebar Sisca utarakan. Aku hanya terdiam seperti patung, nafsu makan ku seketika hilang, kuteguk air mineral, rasa nya perutku mual, makanan yang baru saja masuk ingin kumuntahkan. Hari itu awal shock ku yang kedua setelah 6 bulan lalu, Tuhan memanggil nenek ku. Sejak peristiwa di Gokana itu, aku mulai tak semangat bekerja. Hampir juga bedah buku yang sejak awal kujadwalkan tanggal 16 agustus kubatalkan dengan alasan sakit. Namun setelah aku pikir, dan tetap dengan support Sisca yang sudah jauh di Bali, aku kembali bersemangat untuk bedah buku “Perempuan Terindah”. Rasanya menyenangkan dapat bertemu dengan guru-guru semasa SMA, belum ada perubahan, masih sama, dan berjumpa juga dengan adik-adik kelas ku, mereka jauh lebih kritis dan cerdas di masa sekarang berbeda dengan masa SMA ku saat itu. Komunikasi ku dengan Sisca tetap terjalin dengan baik, bahkan di malam minggu pun, kami berdua rela tak keluar kamar, hanya untuk berjam-jam web cam, memandang wajah, wajah bertemu wajah, hingga terkadang kami tertidur di ranjang masing-masing. Tapi bagiku aku tetap sepi sendiri, seperti sup tanpa garam, hambar, aku seperti seorang jombolo lagi :(. Seringkali hasrat kelakian ku muncul , ingin mencari pelarian lain, selingkuh dengan perempuan lain, toh Sisca juga tak melihatku, namun kuurungkan niatku, karena kuyakin Sisca juga setia. Buku ku dicetak ulang ketiga, dan penerbit memintaku untuk menulis karya baru lagi. Aku belum terpikir naskah apa yang hendak kutulis, hatiku sedang dirudung sepi. Bulan Oktober menjadi saat-saat padatku, penerbit menghubungiku, ada permintaan dari beberapa sekolah di Medan, Makasar, dan Yogyakarta, ingin mengundang ku sebagai pembicara (Penulis Novel Pemula). Semua biaya ditanggung oleh penerbit bekerjasama dengan sekolah. Aku pun, dengan biaya yang telah ditransfer dari penerbit, melakukan semua nya sendiri, mulai dari memesan tiket, mengemasi barang, memilih baju, yang biasanya Sisca selalu membantu mengingatkan dan menyiapkan kini jauh. Aku sendiri lagi …. Aku menjadi pemalu, pendiam, penyendiri. Ke mall sendiri, nonton sendiri. Pernah suatu waktu ada pelajar SMA, menyapaku ,”Kak Robby , penulis novel ya?” tanya nya. “Ya, jawabku, sekenanya.”Kakak, sama siapa, kok sendiri, pacar nya mana kak?” tanya nya penuh tanda tanya . Kujawab : oooh, pacar kakak lagi ada urusan kantor, kakak janjian dengan teman, tapi belum datang nihhh, lama dia nya.” jawabku menghindari rasa malu sambil melihat ponselku. “O ya udah kak, kita duluan ya, buku kakak bagus banget, dalem banget maknanya, sampai saya nangis bacanya.” puji gadis remaja di depanku, yang mulai beranjak menuju studio 2, digandeng erat oleh tangan seorang pria , yang kutaksir adalah pacar nya. Siapa lagi kalo bukan pacar berani gandeng tangan cewek, ya ga. Aku menjadi sering tersinggung ketika teman kantor, klien menanyakan, kok ke mall sendiri, nonton sendiri, cari makan malam sendiri, ga sekalian bilang boker atau kencing sendiri gituu !!! Kepo banget. Mmmm emang ada yang salah ya jika semua dilakukan sendiri, bukan kah bagus, mandiri, dan tak tergantung orang lain? Orang lain sekitar ku menganggap ku aneh, sering nongkrong sendiri di kafe J’CO, atau Starburks, sibuk dengan laptop, atau BBM dengan Sisca, melepas rindu. Pernah juga suatu waktu ketika di Bandara menuju Makasar.. Seorang artis remaja, menyapaku, kak Robby ya , penulis novel, mau ke mana, kok sendiri aja?” tanya nya mencoba meyakinkan. “Iya, benar, kamu , artis remaja khan, ya nih mau ada undangan bedah buku di Makasar, nanti ketemu team penerbit langsung di sana.” Kak, kapan dong nulis novel lagi, novel pertama nya menyentuh banget, aku sampai terharu bacanya, bikin dong, cerita percintaan kakak.” kata nya mencoba memuji sekaligus membuat ku mengelus dada. “O ya, nanti ya, kakak lagi sibuk bedah buku nih, nanti kalau udah agak free, takut ga fokus dan maksimal.” Kamu sendiri sama siapa, dan mau ke mana? tanyaku basa-basi. Tuh sama teman-teman yang lain, sambil menunjuk ke arah mesin pengambilan koper, mau nunggu teman yang jemput, kemarin liburan seminggu di Singapura. Beberapa di antara teman-teman nya kulihat artis juga. Aku pun meminta ijin ke toilet sekalian berpamitan untuk menghindari pertanyaan lain. Di kursi lain yang agak jauh aku menunggu pesawat yang akan membawa ku ke Makasar. Sepanjang pesawat aku terus memikirkan perkataan artis remaja tadi, aduh cerita percintaan, bikin greget, sekarang status ku seperti jomblo lagi. No women beside me. Ada hanyalah bayangan maya, di balik layar ponsel, atau layar web. Aku menjad lemah tanpamu Sisca. Semua bedah buku tour ku di beberapa kota berjalan lancar, penerbit memaksa ku untuk menulis karya novel baru, halaman tak dibatasi, lebih tipis juga tidak apa-apa, penggemar / pembaca sudah merindukan karya berikutnya dari ku. Kutemukan Kau Kembali di Pesta Aku masih terdiam dan menikmati dengan duniaku, kesendirianku, meski sekitarku ramai dengan hiruk pikuk, tawa canda, bahan gosipan, artis ternama maupun kabar tentang negara dan politik, aku tetap terbisu dan seperti boneka, pasrah. Sementara ada pula orang-orang lain menikmati musik dan bergoyang dansa sesuai irama yang dimainkan seorang DJ perempuan. Perempuan dan pria berpasangan, saling berpelukan, sementara aku malam itu sebenarnya tak sendiri. Aku ditemani perempuan cantik yang menggenggam tanganku memaksa menyeret kakiku bangun dari kesendirianku, menuju panggung di mana banyak orang berdansa, melepas kepenatan, sebab ini malam menggantikan tahun. Mereka semua tamu-tamu tertawa terbahak-bahak, seakan-akan mentertawakan duniaku yang sepi. Mereka seakan memojokkan ku, menyalahkan, dan menghujani ku. Aku mencoba tersenyum simpul, kutarik mulut ku ke kanan dan ke kiri sehingga membentuk tanda senyum, ditambah lagi kata teman-teman kantor, aku akan semakin tampan jika tersenyum karena ada lesung pipit. Pesona perempuan di depan ku mulai menyadarkanku bahwa ku tak sendiri, aku masih memiliki kekasih, yang berdansa kupegang pinggangnya, masih seperti yang dulu, Sisca. Hanya suasana kebekuan masih menyelimutiku, mungkin karena telah hampir satu semester aku tak bersentuhan dengan nya, tak melalui malam minggu bersama, hanya lewat web cam, skype, BBM, YM, atau telepon yang juga tak setiap hari bisa dilakukan. Ia kembali mencoba mengembalikan ingatanku, memori tentang nya, ketika tahun lalu aku juga bersama dengannya di kota Bali. Dan ia mencoba membisikkan kata “Happy Anniversary Beib,” lembut ke telingaku di tengah keramaian suara terompet. Seperti biasa, sejak awal kita jadian, aku dan Sisca selalu merayakan tanggal 1 Ya, tepat hari ini tanggal 1 Januari 20xx, tepat 15 bulan, aku mengikat janji pacaran, dan akan saling menjaga kepercayaan masing-masing. Bulu kuduk ku semakin merinding, kurasakan aura dingin makin menusuk pori-poriku, merasa bersalah pada Sisca, telah berubah seperti vampire di hadapannya, siap menghisap darahnya, karena kebekuan ku dari beberapa hari lalu di Bali, Aku menjadi semakin cuek, ternyata dia sama sekali tak ada yang berubah. Masih sama seperti Sisca yang dulu 15 bulan lalu. Aku makin memperkuat dekapanku, dan pelukan ku, di tengah dansa kemeriahan tahun baru. Aku membalas dengan membisikkan kata serupa .”I’m sorry Beib, Happy Anniversary.” Dalam hati kecilku, genderang perang bertabuhan, ada kesenangan berbalut haru, kukecup pundak Sisca, kuhirup aroma parfum yang masih sama Anna Sui 'Flight Of Fancy for Women'. di balik baju merah tanpa lengan koleksi mango. Parfum beraroma floral fruity yang menyegarkan, selalu ia semprotkan saat nge-date denganku beberapa dimensi waktu yang lalu. Akhirnya setelah 30 menit, kita berdansa, dan saling berpelukan melepas rindu, Sisca menggandeng ku menuju meja, melanjutkan pesta awal tahun, dengan mengangkat gelas cocktail, bersulang bersama, merayakan hari jadian yang ke 15. “O ya, habis ini ada acara apa, kita jalan-jalan keliling Bali, sepanjang hari, mau ga?” ucapku mengganti topik pembicaraan dengan yang lain. Ok, boleh, aku sih setuju aja, lagian juga Beli Made, masih jomblo, belum berkeluarga, kita ajak sekalian jalan-jalan. What, kita mau jalan bertiga, ga ah beib,” tolak ku dengan cepat. Bukan gitu, nanti kita jalan-jalan sendiri, beli made juga jalan sendiri, kasian dia biasa hanya di mobil. Ok boleh aja, kataku sambil memegang rambutnya. Kunjungan pertama :Pantai Sanur, di sana kami sampai pukul 05.15, menunggu sunrise muncul, tempat nya romantis, kita bisa melihat keindahan matahari terbit. Tak lupa kami mengajak beli Made untuk turun, dan sesekali kami meminta nya untuk mengabadikan keromantisan kami dengan tablet ku. Berlanjut sarapan pagi, di Ayam Betutu warung Krishna yang tak jauh dari sana. Pukul 09.00 berlanjut ke GWK (Garuda Wishnu Kencana), tak lupa juga aku dan Sisca berfoto bersama dari hasil jepretan beli Made. Siang hari nya aku memutuskan spa di ubud, beli Made pun juga kuajak , sekalian melepas kantuk, dan berlanjut dengan makan siang. Penutupan hari itu, kami mengunjungi Tanah Lot, untuk melihat sunset, sekitar pukul 17.00 WITA, matahari terbenam sudah tampak, warna nya indah, romantis, di bawah cahaya kekuningan , aku berjalan bersama Sisca, menikmati kebersamaan, dari jauh Made melihat kami. “Waktu dan tempat telah memisahkan kita, sudah biarkanku sendiri tak ada yang menggandeng tanganku saat malam minggu, aku jadi iri melihat pasangan lain.” kata Sisca menyesali Realy??Yakin ga ada cowok bali yang memikat kamu, di sini khan cowok nya ganteng dan six pax, tanya ku mencoba menggodanya. “U not trust me beib,?” ucapnya dengan nada kesal. Ku percaya kok , sambil kucium keningnya, ku juga sepi sama, ke mall selalu sendiri, dan aku seringkali hampir tergoda pemandangan lain, namun aku tetap kuat iman, dan ingat kamu juga ga akan selingkuh di Bali. I love u, forever n ever. Aku dan Sisca hampir secara bersamaan, mengucapkan janji ikrar saat pertama kali aku menyatakan cinta tepat 15 bulan lalu. Sambil menikmati sunset, aku senandungkan lagu lawas ketika aku SMP, Menatap lembayung di langit Bali Dan kusadari betapa berharga kenanganmu Di kala jiwaku tak terbatas Bebas berandai memulang waktu (petikan lagu Lembayu Bali-Saras Dewi) Sisca yang suka juga dengan lagu itu ikut bernyanyi. Kita bernyanyi bersama, memadu kasih, berpelukan, berangkulan hingga lagu itu habis. Andai ada satu cara Tuk kembali menatap agung surya-Mu Lembayung Bali Seakan dunia ini milik kita, Oh indahnya. Dan kini aku siap, berbagi cerita cinta ku dan Sisca dalam novel terbaruku

TEST

TEST

Senin, 30 Desember 2013

Kutemukan Kau kembali di Bali

Kutemukan Kau kembali di Bali Telah terlahir dari sebuah hasrat terpendam, inilah aku, dan segala keunikanku. Aku sadar kini dunia itu adil. Kenyataan menyadarkanku akan statusku sekarang. Masih sama, belum ada yang berubah. Aku terlahir dari keluarga yang kurang bahagia, sering terjadi pertengkaran kecil di rumah, ibuku selalu mengomel, dan menerocos tidak jelas, mengomentari banyak hal, namun tak ada yang dapat ia kerjakan, Pekerjaan setiap hari tak lebih hanya menonton tayangan TV, tidur-tiduran atau hanya mengisi TTS. Tidak banyak yang bisa ia lakukan, memasak pun kadang sesekali. Sementara ayah ku menginginkan semua keadaan menjadi rapi dan perfect, ya jadi nya semua rutinitas rumah yang seharusnya menjadi tugas seorang ibu rumah tangga diambil alih juga oleh ayahku. Mulai dari mencuci tumpukan pakaian yang mungkin sudah seminggu menumpuk di keranjang baju, memasak, bahkan menyapu, dan mengepel. Bagiku ayah adalah superhero. Namun sifat nya buruk nya kadang lambat, dan mengesalkan karena semua diatur, dan diperhitungkan. Jika tidak mendesak atau penting untuk dibeli ia tak akan mengeluarkan uang dari saku dompet nya yang tiap minggu nya selalu bertambah tebal. Apa yang akan kalian lakukan jika mengalami hal di posisi ku? Mengeluh, mengomel, melawan, atau pergi menjauh, Mungkin banyak dari kalian akan mengomel atau berontak. Tindakan yang kuambil , kupilih tinggal bersama nenek. Sejak kecil, aku dekat dengan nenek, maka dari itu sejak aku kurang nyaman dengan orang tua, kuputuskan tinggal bersama nenek. Nenek ku lebih dari superhero bagiku. Ia tak pernah mengomel, ia mengerjakan semua nya dengan ikhlas, bangun pagi-pagi, bahkan sebelum ada suara ayam berkokok, atau suara adzan subuh terdengar, ia sudah bangun menyapu, mengepel, dan memasak, lalu mengantarkanku sekolah, dan menyelesaikan aktivitas rumah yang belum terselesaikan hingga malam menjelang. Ia mulai dapat duduk ketika suara adzan magrib berkumandang. Di balik tubuhnya yang mulai renta dan rapuh karena usia, semangat nya tetap menyala berkobar. Kurasakan cinta nya padaku teramat besar, dan hingga beranjak remaja ia masih sering memanjakanku, aku berjanji ketika lulus kuliah dan bekerja memiliki gaji sendiri, aku akan memboyong menuju rumah kontrakan atau berjalan-jalan dengannya. Namun harapanku, impianku pupus sudah, Tuhan ternyata berkehendak lain, di awal tahun lalu, ia memanggil menghadapNya, tanpa ada tanda-tanda sakit. Aku sangat terpukul dan tersiksa atas peristiwa itu. Sepanjang beberapa bulan bahkan sampai sekarang kadang dalam malam-malam kupanjatkan doa untuk ketenangan arwah, sering mendapat perjumpaan melalui mimpi. Ya, sudah bisa dibayangkan aku tak bisa tidur dengan sempurna tiap malam, menyebabkan sering terlambat bekerja, mendapat teguran dari atasan. “Kamu itu, masih niat bekerja, ga sih, kamu itu ga disiplin, ga bisa bangun pagi, ya, kamu selalu terlihat lunglai , mengantuk saat masuk ruangan, banyakin olahraga, gerak, jadi kelihatan segar. dan sebagainya,,, (radio rusak) . Itulah ocehan, omelan, yang kudengar setelah peninggalan nenek ku. Aku mencoba cuek saja, tak mempedulikan segala ancaman atau apapun itulah. Aku ambil nilai-nilai positif atasanku, yang mengajarkan arti kedisiplinan, dan telah menganggap seperti anaknya. Namun bagiku, ia belum mampu menggantikan nenek ku, yang biasa cenderung memanjakanku. Menjadi lebih Introvert Keterpurukan itu tak berhenti begitu saja, aku yang memiliki sifat dasar kurang pandai bergaul secara sosial. lebih senang mengungkapkan perasaan , keluh kesah lewat tulisan hingga larut malam, sekarang menjadi sangat introvert. Semau gue, itulah tujuan hidup baru. Tindakan, aktivitas dalam hidup semakin tak terancana. Atasan makin memberikan aku ultimatum-ultimatum baru yang lebih menyakitkan. “Ingat, kamu itu bukan siapa-siapa, belum ada apa-apanya.” Aku tetap makin terdiam, tak bergeming, sama sekali tak takut atau merasa direndahkan. Ini aku, aku dengan duniaku. Tak boleh ada seorang pun mengusik ku, mengajariku, aku bersikukuh, bertahan dengan keegoanku. Whatever! Rutunitas makin kubatasi, biasa di hari Senin, Rabu, dan Jumat, rutin membentuk badan di fitness center Gold, sekarang hanya satu kali. Biasa aku sering memanjakan cewek ku seminggu dua kali, di malam minggu, dan minggu, sekarang malam minggu kuhabiskan di kamar dan merenung atau sekedar menulis. Untunglah cewek ku paham dengan masalah yang kuhadapi. Ia juga menssuport aku untuk bangkit, namun sepertinya cara nya belum mampu melunakkan hatiku untuk berubah. Aktivitasku menjadi seorang konsultan di luar jam kantor juga makin kubatasi, bertemu dengan orang-orang baru makin jarang. Email pun luput dari penglihatan, seminggu sekali, dan apa yang terjadi email menjadi penuh, banyak request permintaan berteman facebook, twitter, orang-orang berkonsultasi. Di otakku hanya terpikir oleh sosok nenek yang belum bisa kuterima kepergiannya. Aku merasa berdosa belum sempat menepati perkataanku tuk membuatnya bahagia membalas pengorbanan, perjuangan, pengasuhan nya selama ini. Banyak klien menjadi sering terabaikan, ada yang aneh dalam diriku. Aku mencoba menghubungi teman dekatku seorang psikolog, dan memberikan saran padaku, untuk relaksasi, dan mencoba untuk bisa bangkit dari keterpurukan dengan lebih banyak berkumpul, bercerita, dan menjalani kesibukan seperti biasa. Perlahan kubuka hatiku dan melakukan perubahan. Benar saja, saran dari temanku, tawaran job ku di luar makin bertambah. Aku kerjakan semua nya dengan baik dan perfect. Semangatku kembali menyala. Suatu pagi di hari Senin, kucoba cek email, di sana tertulis : To : Robby Sugiarto From : Penerbit Cahaya Cita Message : Dear Mr. Robby Sugiarto No : 027/CHC/Fiksi-Motiv/III/13 Dengan hormat, Terima kasih atas kepercayaan Bapak mengirimkan naskah kepada kami, yang berjudul: PEREMPUAN TERINDAH Kami sudah mempelajari naskah Bapak, baik dari sisi isi maupun pasarnya. Kami tidak meragukan. Kami sudah memprediksi serapan pasar atas buku itu. Naskah tersebut sangat inspiratif, hanya ada sedikit revisi atau penyempurnaan bahasa dan EYD agar lebih maksimal. Oleh karena itu, kami memutuskan untuk menerbitkan naskah Bapak dengan mekanisme reguler dengan oplah cetak 2.000 eks pada tahap awal. Jika buku tersebut laku di pasar, maka kami akan mencetak lagi sesuai kebutuhan pasar. Dalam mekanisme ini, kami memproses naskah tersebut secara sungguh-sungguh, melalui proses penyuntingan. Kami memohon kerjasama Bapak, manakala kami membutuhkan penyempurnaan kata-kata dan makna, dalam waktu dekat kami dan team akan mengirimkan bagian-bagian mana saja yang membutuhkan revisi dari Bapak. Selain itu, kami juga akan mengirimkan surat kontrak kerjasama penulis-penerbit. Di mana nanti kami memberikan royalty 10%, dan diskon kepada penulis hingga 35%. Demikian, Bapak, tanggapan yang bisa kami berikan. Jika Bapak membutuhkan penjelasan lebih lanjut, kami akan mengirimkannya melalui email atau dapat juga menghubungi kami di (02xx) 7685xxx ext 891, dengan Ibu Rose Hormat kami, Mark Sinatria Aku terperangah dan terkejut dengan email dari salah satu penerbit sedang berkembang. Aku merasa tak pernah sekalipun mengirimkan naskah cerita (novel) yang ada di laptopku ke penerbit. Aku kembali melamun, dan berpikir, siapa ya yang mengirimkan cerita yang terinspirasi dari kisah nenek ku ini. Aku tersadar kan, ketika ada ponsel ku berbunyi. Ada sms masuk : From : Sisca_My_Honey Message : Beib, congratulation ya, tadi aku buka email mu, naskah kamu di laptop yang kukirim bulan lalu di acc penerbit. Sorry beib, I don’t permit u, cause I want to give you a surprise. Aku yakin dari hasil tulisan mu, dan sedikit kuedit, naskah mu pasti lolos. Love _ u :) (muach). Dengan segera aku membalas pesan singkat dari pacarku : To : Sisca_My_Honey Message : Thank ya, honey, ini kado dan surprise terbaik, menjelang usia ku beranjak 27 bulan depan. Aku awal nya penasaran, tapi sekarang sudah terjawab, makasi juga ya , sudah bantu edit, pasti lebih bagus, khan kamu lulusan sastra. Beruntung aku memiliki kekasih seperti mu, yang perhatian, mengerti, dan ga pernah protes dengan sikap ku. Selamat aktivitas, good luck for u’r today. Love u too muachhh Email dari penerbit, atas bantuan Sisca membuat hidupku makin bergairah lagi, seperti syair lagu SMASH Ini lebih dari sekedar Rasa atau ilusi semata Kau buatku bergairah (petikan lagu_ Ahh) Tak selang beberapa lama, setelah aku revisi pastinya dengan bantuan my lovely Sisca, novel berjudul “Perempuan Terindah” dapat dinikmati oleh banyak pasang mata, penggemar novel, pastinya setelah dibumbui romantisme oleh Sisca, dan mbak Rose dari editor penerbit, maka novel tersebut sempat merajai toko buku. Di bulan Juli 20xx, ada sebuah sms yang tak pernah kukenal sebelumnya, aku selalu menyimpan nomor yang sering berkomunikasi denganku saja From : +62811278xxxxx Message : Dear Mas Robby, ni saya Tommy (bagian Sales & Marketing Penerbit Cahaya Cita), mau mengabarkan bahwa novel Perempuan Terindah karangan mas Robby sudah hampir habis di pasar, kami berniat akan melakukan cetakan ke-2, apakah mas akan melakukan perubahan atau revisi, atau mungkin mengganti halaman cover (jika iya, nanti akan saya sampaikan pada mbak Rose- editor)? Ditunggu balasan nya. Terima kasih. Salam -Tommy- (Sales & Marketing Cahaya Cita) Aku lalu dengan segera membalas sms Mas Tommy To : Tommy_Cahaya Cita Message : Ya, mas, terima kasih atas info nya. Nanti saya yang langsung contact mbak Rose saja. Salam -Robby- Dengan segera, di tengah kesibukan ku, aku membuka yahoo. Di sana, sebelum aku hendak mengirim email ke mbak Rose, kebetulan juga mbak Rose aktif di ym. Langsung saja, aku membuka obrolan chatting dengan nya. Robby_Smart : Hi, pagi mbak Rose.. tak lama kemudian suara bunyi, tanda chat balasan kuterima Rose_Editor_cute : Ya, mas Robby, ada yang bisa saya bantu Robby_Smart : Begini, baru saja, mas Tommy, bagian Sales mengabarkan bahwa di pasaran buku novel saya hampir habis, dan beliau mengatakan akan mencetak ulang kembali. Maka dari itu saya ingin menanyakan syarat atau prosedur apa saja ketika penulis melakukan cetak ulang berikutnya, maklum saya masih pemula mbak. Rose_Editor : O, ya mas, ni biasa hanya optional tidak wajib ada di cetak kedua (revisi, jika ada), penggantian cover (gambar atau warna) bisa request dari penulis, atau kata pengantar juga bisa. Robby_Smart : O begitu , kalau begitu, saya ingin menambah kata pengantar untuk edisi kedua, nanti secepatnya saya kirim ke email mbak Rose. Rose_Editor : Baiklah, mas. O ya, jika mas, mau melakukan launching bisa juga menawarkan proposal ke kami, nanti kami buatkan surat untuk ke instansi di mana akan melakukan bedah buku. Saya tunggu kerjasama berikutnya. Terima kasih Aku kembali mengamati dan terngiang tulisan mbak Rose bahwa penulis bisa menawarkan proposal untuk bedah buku, aku pernah promosi ke sekolah SMA ku dulu, dan mengirim beberapa buah novel ku ke sana melalui guru yang sering berhubungan via Facebook. Kubuka halaman facebook, dan mengirimkan message : To : Ibu Asri Message : Bu, masih ingat saya, dan karya novel yang saya kirim, sekarang akan rilis edisi kedua nya, jika ibu dan guru lain bersedia, dalam waktu dekat saya akan bedah buku di sana Bu. Ditunggu balasan nya ya Bu. Aktivitas pekerjaan yang sempat terhenti beberapa menit aku lanjutkan kembali. Hingga siang menjelang, seperti biasa kusempatkan menelepon my honey Sisca, mengingatkan tuk makan siang, dan sembari membicarakan sedikit tentang aktivitas kita sepanjang setengah hari. Sisca teramat senang dengan kabar yang baru saja aku sampaikan. Ia sangat antusias, ini juga tak luput dari tangan malaikatnya, yang iseng mengirimkan ke penerbit. Berkat usaha nya yang sedikit jahil namun sukses, malam harinya aku akan mengajak dia makan. “Beib, nanti malam, kamu kosong khan, ga lembur?” tanyaku dengan nada gembira. “Ga, pulang jam 17.00, seperti biasa, emang ada apa, say?” tanya nya penuh tanda tanya. Dia penasaran ga biasa di hari biasa aku menanyakan hal seperti itu. “Malam nanti aku mau mengajak mu dinner di Sushi Tei, sekalian pesta kecil merayakan keberhasilan hasil kerja kita berdua menelurkan novel, hhhee.” jawab ku dengan nada sedikit romantis. “Oooo, ok, siap boss, I’m ready. jam berapa kamu mau jemput aku?” tanya nya seperti seorang gadis manja menunggu pangeran menjemputnya. “Mm ya, biasa, jam 7 kurang aku sudah sampai di depan pintu gerbang rumah mu. Kita makan di Sushi Tei Plaza Indonesia aja ya, biar ga kemalaman pulang nya, my princess.” jawabku Tepat pukul 18.45, aku sudah tiba di pintu gerbang Sisca, dan dengan tampilan kaos santai koleksi Zara warna merah marun, dan bawahan warna senada koleksi Mark Spencer, ia keluar dengan anggun, sementara aku malam itu mengenakan kaos koleksi Zara Men berwarna putih, dan celana jeans Levis warna biru dongker. Tak sampai 15 menit , mobil ku telah sampai di parkir Plaza Indonesia. Segera kugandeng Sisca, dengan tas warna hitam mango, ia makin anggun dengan sepatu Les Femmes. Sesampai di sushi thei, kami langsung memesan beberapa menu, dan merayakan suatu perayaan kecil-kecilan, semua aku yang bayar, dan kalau ku punya waktu lebih banyak ingin kumanjakan Sisca dengan pergi menemani nya berbelanja, namun waktu sudah terlalu malam tampaknya untuk belanja. Aku putuskan untuk mengantar Sisca pulang, karena besok masih ada aktivitas menumpuk di tempat kerja kita masing-masing. Malam hari nya sebelum tidur, ku cek halaman facebook. Ibu Asri membalas message ku : Wah senang nya, ada alumni kita nih, yang sekarang sudah jadi penulis. Tadi kebelutulan ada rapat guru, dan kepala sekolah setuju, sekolah juga ada bazar tanggal 15-17 Agustus 20xx , kamu bebas pilih tanggal nya. Di tanggal itu, ibu dan guru lain memprediksi akan banyak pengunjung datang, karena bazaar juga berlaku untuk UMUM. Kami tunggu kabar selanjutnya ya. Awal Keterpurukan ku Lagi Mentari pagi dan suara alarm memaksa membangunkanku di pagi hari, menyeret kakiku untuk melangkah masuk ke ruangan kerjaku. Ini, ini kembali lagi dengan rutinitas atau ritual pagi, yang sebenarnya agak menyiksa ku, karena penyakit insomnia belum sembuh juga, manakala malam, otak ku untuk menulis makin cemerlang. Beruntunglah sekarang dengan pekerjaan baru sebagai penulis pemula, membuat atasan ku lebih mengerti, dan membiarkan ku datang lebih siang, Dia hanya mengatakan , kamu ada perubahan, jauh lebih semangat dan fresh. Jelas batin ku, karena sekarang nyawa saya telah hidup, dan bersinar terang, semua juga karena Sisca, dan hasil karyaku. Siang hari, sebelum aku menelepon dan mengingatkan Sisca tuk makan siang, dia sudah lebih dulu meneleponku. “Tumben, beib, kamu telepon aku dulu, aku saja yang telepon kamu balik, nanti pulsa kamu habis.” kataku. “Ga, jangan say, biar aja gpp, o ya, aku pengin ngomong sama kamu,siang ini, di sekitar Thamrin bisa ga, sambil cari makan siang, ?” ajaknya dengan nada bicara yang seperti takut. “Bisa, boleh, ayuk, aja, kebetulan tugas ku sudah mau kelar.” Kami memutuskan bertemu di Gokana. Sisca telah sampai dulu di sana, dengan setelan blazer warna hitam, di dalamnya kemeja seragam warna merah. Ia menunjukkan aura kecemasan dan ketakutan, seperti habis saja melakukan kesalahan besar padaku. “Beib, aku mau bilang sesuatu padaku, tapi kamu janji ya jangan marah, atau down” kata nya dengan nada cemas seakan aku akan marah pada nya. “Ya, bilang aja, say,” kataku mencoba menenangkan nya sambil mengunyah makanan di depanku paket Gokana 1 kesukaanku. “Aku,, aku,, akan dipindahkan selama 1 semester ke Bali, beib.” katanya dengan nada tersendat sendat. Aku pun dengan spontan tersedak chicken teriyaki yang baru saja kugigit, karena kaget. “Are u seriously, are u kidding to me, mau kasi surprise lagi ya?” kata ku mencoba menghibur diriku. “Ga, say, kali ini benar, aku tidak main-main, maka dari itu mungkin ni kali terakhir aku bisa bertemu kamu, karena lusa aku sudah harus ada di Bali, aku diminta untuk membantu manajemen di sana yang agak berantakan.” penjelasan yang panjang lebar Sisca utarakan. Aku hanya terdiam seperti patung, nafsu makan ku seketika hilang, kuteguk air mineral, rasa nya perutku mual, makanan yang baru saja masuk ingin kumuntahkan. Hari itu awal shock ku yang kedua setelah 6 bulan lalu, Tuhan memanggil nenek ku. Sejak peristiwa di Gokana itu, aku mulai tak semangat bekerja. Hampir juga bedah buku yang sejak awal kujadwalkan tanggal 16 agustus kubatalkan dengan alasan sakit. Namun setelah aku pikir, dan tetap dengan support Sisca yang sudah jauh di Bali, aku kembali bersemangat untuk bedah buku “Perempuan Terindah”. Rasanya menyenangkan dapat bertemu dengan guru-guru semasa SMA, belum ada perubahan, masih sama, dan berjumpa juga dengan adik-adik kelas ku, mereka jauh lebih kritis dan cerdas di masa sekarang berbeda dengan masa SMA ku saat itu. Komunikasi ku dengan Sisca tetap terjalin dengan baik, bahkan di malam minggu pun, kami berdua rela tak keluar kamar, hanya untuk berjam-jam web cam, memandang wajah, wajah bertemu wajah, hingga terkadang kami tertidur di ranjang masing-masing. Tapi bagiku aku tetap sepi sendiri, seperti sup tanpa garam, hambar, aku seperti seorang jombolo lagi :(. Seringkali hasrat kelakian ku muncul , ingin mencari pelarian lain, selingkuh dengan perempuan lain, toh Sisca juga tak melihatku, namun kuurungkan niatku, karena kuyakin Sisca juga setia. Buku ku dicetak ulang ketiga, dan penerbit memintaku untuk menulis karya baru lagi. Aku belum terpikir naskah apa yang hendak kutulis, hatiku sedang dirudung sepi. Bulan Oktober menjadi saat-saat padatku, penerbit menghubungiku, ada permintaan dari beberapa sekolah di Medan, Makasar, dan Yogyakarta, ingin mengundang ku sebagai pembicara (Penulis Novel Pemula). Semua biaya ditanggung oleh penerbit bekerjasama dengan sekolah. Aku pun, dengan biaya yang telah ditransfer dari penerbit, melakukan semua nya sendiri, mulai dari memesan tiket, mengemasi barang, memilih baju, yang biasanya Sisca selalu membantu mengingatkan dan menyiapkan kini jauh. Aku sendiri lagi …. Aku menjadi pemalu, pendiam, penyendiri. Ke mall sendiri, nonton sendiri. Pernah suatu waktu ada pelajar SMA, menyapaku ,”Kak Robby , penulis novel ya?” tanya nya. “Ya, jawabku, sekenanya.”Kakak, sama siapa, kok sendiri, pacar nya mana kak?” tanya nya penuh tanda tanya . Kujawab : oooh, pacar kakak lagi ada urusan kantor, kakak janjian dengan teman, tapi belum datang nihhh, lama dia nya.” jawabku menghindari rasa malu sambil melihat ponselku. “O ya udah kak, kita duluan ya, buku kakak bagus banget, dalem banget maknanya, sampai saya nangis bacanya.” puji gadis remaja di depanku, yang mulai beranjak menuju studio 2, digandeng erat oleh tangan seorang pria , yang kutaksir adalah pacar nya. Siapa lagi kalo bukan pacar berani gandeng tangan cewek, ya ga. Aku menjadi sering tersinggung ketika teman kantor, klien menanyakan, kok ke mall sendiri, nonton sendiri, cari makan malam sendiri, ga sekalian bilang boker atau kencing sendiri gituu !!! Kepo banget. Mmmm emang ada yang salah ya jika semua dilakukan sendiri, bukan kah bagus, mandiri, dan tak tergantung orang lain? Orang lain sekitar ku menganggap ku aneh, sering nongkrong sendiri di kafe J’CO, atau Starburks, sibuk dengan laptop, atau BBM dengan Sisca, melepas rindu. Pernah juga suatu waktu ketika di Bandara menuju Makasar.. Seorang artis remaja, menyapaku, kak Robby ya , penulis novel, mau ke mana, kok sendiri aja?” tanya nya mencoba meyakinkan. “Iya, benar, kamu , artis remaja khan, ya nih mau ada undangan bedah buku di Makasar, nanti ketemu team penerbit langsung di sana.” Kak, kapan dong nulis novel lagi, novel pertama nya menyentuh banget, aku sampai terharu bacanya, bikin dong, cerita percintaan kakak.” kata nya mencoba memuji sekaligus membuat ku mengelus dada. “O ya, nanti ya, kakak lagi sibuk bedah buku nih, nanti kalau udah agak free, takut ga fokus dan maksimal.” Kamu sendiri sama siapa, dan mau ke mana? tanyaku basa-basi. Tuh sama teman-teman yang lain, sambil menunjuk ke arah mesin pengambilan koper, mau nunggu teman yang jemput, kemarin liburan seminggu di Singapura. Beberapa di antara teman-teman nya kulihat artis juga. Aku pun meminta ijin ke toilet sekalian berpamitan untuk menghindari pertanyaan lain. Di kursi lain yang agak jauh aku menunggu pesawat yang akan membawa ku ke Makasar. Sepanjang pesawat aku terus memikirkan perkataan artis remaja tadi, aduh cerita percintaan, bikin greget, sekarang status ku seperti jomblo lagi. No women beside me. Ada hanyalah bayangan maya, di balik layar ponsel, atau layar web. Aku menjad lemah tanpamu Sisca. Semua bedah buku tour ku di beberapa kota berjalan lancar, penerbit memaksa ku untuk menulis karya novel baru, halaman tak dibatasi, lebih tipis juga tidak apa-apa, penggemar / pembaca sudah merindukan karya berikutnya dari ku. Kutemukan Kau Kembali di Pesta Aku masih terdiam dan menikmati dengan duniaku, kesendirianku, meski sekitarku ramai dengan hiruk pikuk, tawa canda, bahan gosipan, artis ternama maupun kabar tentang negara dan politik, aku tetap terbisu dan seperti boneka, pasrah. Sementara ada pula orang-orang lain menikmati musik dan bergoyang dansa sesuai irama yang dimainkan seorang DJ perempuan. Perempuan dan pria berpasangan, saling berpelukan, sementara aku malam itu sebenarnya tak sendiri. Aku ditemani perempuan cantik yang menggenggam tanganku memaksa menyeret kakiku bangun dari kesendirianku, menuju panggung di mana banyak orang berdansa, melepas kepenatan, sebab ini malam menggantikan tahun. Mereka semua tamu-tamu tertawa terbahak-bahak, seakan-akan mentertawakan duniaku yang sepi. Mereka seakan memojokkan ku, menyalahkan, dan menghujani ku. Aku mencoba tersenyum simpul, kutarik mulut ku ke kanan dan ke kiri sehingga membentuk tanda senyum, ditambah lagi kata teman-teman kantor, aku akan semakin tampan jika tersenyum karena ada lesung pipit. Pesona perempuan di depan ku mulai menyadarkanku bahwa ku tak sendiri, aku masih memiliki kekasih, yang berdansa kupegang pinggangnya, masih seperti yang dulu, Sisca. Hanya suasana kebekuan masih menyelimutiku, mungkin karena telah hampir satu semester aku tak bersentuhan dengan nya, tak melalui malam minggu bersama, hanya lewat web cam, skype, BBM, YM, atau telepon yang juga tak setiap hari bisa dilakukan. Ia kembali mencoba mengembalikan ingatanku, memori tentang nya, ketika tahun lalu aku juga bersama dengannya di kota Bali. Dan ia mencoba membisikkan kata “Happy Anniversary Beib,” lembut ke telingaku di tengah keramaian suara terompet. Seperti biasa, sejak awal kita jadian, aku dan Sisca selalu merayakan tanggal 1 Ya, tepat hari ini tanggal 1 Januari 20xx, tepat 15 bulan, aku mengikat janji pacaran, dan akan saling menjaga kepercayaan masing-masing. Bulu kuduk ku semakin merinding, kurasakan aura dingin makin menusuk pori-poriku, merasa bersalah pada Sisca, telah berubah seperti vampire di hadapannya, siap menghisap darahnya, karena kebekuan ku dari beberapa hari lalu di Bali, Aku menjadi semakin cuek, ternyata dia sama sekali tak ada yang berubah. Masih sama seperti Sisca yang dulu 15 bulan lalu. Aku makin memperkuat dekapanku, dan pelukan ku, di tengah dansa kemeriahan tahun baru. Aku membalas dengan membisikkan kata serupa .”I’m sorry Beib, Happy Anniversary.” Dalam hati kecilku, genderang perang bertabuhan, ada kesenangan berbalut haru, kukecup pundak Sisca, kuhirup aroma parfum yang masih sama Anna Sui 'Flight Of Fancy for Women'. di balik baju merah tanpa lengan koleksi mango. Parfum beraroma floral fruity yang menyegarkan, selalu ia semprotkan saat nge-date denganku beberapa dimensi waktu yang lalu. Akhirnya setelah 30 menit, kita berdansa, dan saling berpelukan melepas rindu, Sisca menggandeng ku menuju meja, melanjutkan pesta awal tahun, dengan mengangkat gelas cocktail, bersulang bersama, merayakan hari jadian yang ke 15. “O ya, habis ini ada acara apa, kita jalan-jalan keliling Bali, sepanjang hari, mau ga?” ucapku mengganti topik pembicaraan dengan yang lain. Ok, boleh, aku sih setuju aja, lagian juga Beli Made, masih jomblo, belum berkeluarga, kita ajak sekalian jalan-jalan. What, kita mau jalan bertiga, ga ah beib,” tolak ku dengan cepat. Bukan gitu, nanti kita jalan-jalan sendiri, beli made juga jalan sendiri, kasian dia biasa hanya di mobil. Ok boleh aja, kataku sambil memegang rambutnya. Kunjungan pertama :Pantai Sanur, di sana kami sampai pukul 05.15, menunggu sunrise muncul, tempat nya romantis, kita bisa melihat keindahan matahari terbit. Tak lupa kami mengajak beli Made untuk turun, dan sesekali kami meminta nya untuk mengabadikan keromantisan kami dengan tablet ku. Berlanjut sarapan pagi, di Ayam Betutu warung Krishna yang tak jauh dari sana. Pukul 09.00 berlanjut ke GWK (Garuda Wishnu Kencana), tak lupa juga aku dan Sisca berfoto bersama dari hasil jepretan beli Made. Siang hari nya aku memutuskan spa di ubud, beli Made pun juga kuajak , sekalian melepas kantuk, dan berlanjut dengan makan siang. Penutupan hari itu, kami mengunjungi Tanah Lot, untuk melihat sunset, sekitar pukul 17.00 WITA, matahari terbenam sudah tampak, warna nya indah, romantis, di bawah cahaya kekuningan , aku berjalan bersama Sisca, menikmati kebersamaan, dari jauh Made melihat kami. “Waktu dan tempat telah memisahkan kita, sudah biarkanku sendiri tak ada yang menggandeng tanganku saat malam minggu, aku jadi iri melihat pasangan lain.” kata Sisca menyesali Realy??Yakin ga ada cowok bali yang memikat kamu, di sini khan cowok nya ganteng dan six pax, tanya ku mencoba menggodanya. “U not trust me beib,?” ucapnya dengan nada kesal. Ku percaya kok , sambil kucium keningnya, ku juga sepi sama, ke mall selalu sendiri, dan aku seringkali hampir tergoda pemandangan lain, namun aku tetap kuat iman, dan ingat kamu juga ga akan selingkuh di Bali. I love u, forever n ever. Aku dan Sisca hampir secara bersamaan, mengucapkan janji ikrar saat pertama kali aku menyatakan cinta tepat 15 bulan lalu. Sambil menikmati sunset, aku senandungkan lagu lawas ketika aku SMP, Menatap lembayung di langit Bali Dan kusadari betapa berharga kenanganmu Di kala jiwaku tak terbatas Bebas berandai memulang waktu (petikan lagu Lembayu Bali-Saras Dewi) Sisca yang suka juga dengan lagu itu ikut bernyanyi. Kita bernyanyi bersama, memadu kasih, berpelukan, berangkulan hingga lagu itu habis. Andai ada satu cara Tuk kembali menatap agung surya-Mu Lembayung Bali Seakan dunia ini milik kita, Oh indahnya. Dan kini aku siap, berbagi cerita cinta ku dan Sisca dalam novel terbaruku

Minggu, 17 November 2013

Cari Rekan Bisnis

Dicari Rekan Bisnis Domisili Bandung Marketing Kualifikasi Bisa memasarkan buku Memiliki kendaraan pribadi, minimal SIM C Editor Kualifikasi mampu mengedit tulisan, tata letak, layout Desain Cover Kualifikasi Menguasai desai adobe photoshop Distributor Buku Hubungi ;kurniawanalbert@yahoo.com Albert kurniawan

Sabtu, 06 April 2013

Cinta Yang Berdarah (Cerpen)

Cinta Yang Berdarah Ini ceritaku. Seharusnya keluarga adalah pondasi awal untuk hidup bermasyarakat. Apa yang kudapat dalam keluargaku. Sejak kelahiranku, aku tak dianggap oleh ayahku. Ia sangat membeciku, karena bagiku aku adalah penyebab meninggalnya ibu. Ibuku meninggal saat melahirkanku. Menurut pembantu rumah, Bi Surti aku lahir di tengah malam, dengan cuaca yang sangat buruk hujan deras dan petir menyambar. Tak ada dokter yang mau membantu persalinan ibuku, hingga terpaksa memanggil ibu bidan tua, ibuku sudah tak kuat hidup, ibuku mengalami pendarahan hebat hingga kehabisan darah dan meninggal. Waktu kecilku aku menangis setiap ayahku marah dan memukul karena kesalahan yang kecil, karena tak mau makan, atau hanya karena tak menuruti perintahnya dan dilakukan dengan cepat. Bukan karena pukulan fisik yang membuatku sakit hati, namun lebih sakit karena ucapanku yang sering dia ucapkan bahwa aku anak pembawa sial, pembunuh. Itu ucapanku ayah ketika aku membuat kesalahan. Beranjak dewasa aku menjadi semakin terbiasa. Secara psikologis, aku menjadi lebih rentan, aku cenderung takut, introvert, dan pemalu. Ini semua karena kekerasan ayah selama bertahun-tahun. Aku pun tak diijinkan ayah untuk keluar, bersosialisasi, setiap hari, guru privat datang ke rumah untuk mengajari aku berbagai ilmu mulai dari politik, sastra, ekonomi, matematika, ya aku anak home scholling. Aku merasa beruntung, semua fasilitas tersedia, rumah besar, dengan kolam renang tepat ada di bawahku, begitu bangun aku mendapat ketenangan oleh birunya air di dalam kolam itu, sesekali pagi hari aku sempatkan berenang untuk menjaga stamina tubuhku. Ayahku menyediakan satu pembantu, yaitu Bi Surti. Ia dengan sabar, merawatku layaknya seorang ibu. Bi Surti sering bercerita tentang sosok ibuku. Ia begitu cantik, ramah, dermawan, dan lembut, sangat sayang pada ayahku, pantas saja ayahku begitu tidak ikhlas kehilangan sosok ibuku. Di siang hari, aku belajar bersama guru privatku, Pak Riswan, ia masih terbilang muda, lulusan IKIP, sekolah guru, umurnya saat itu sekitar 20 tahun saat aku belajar dengannya. Ia mengajarku berbagai ilmu dasar, yang paling kusuka darinya, adalah ilmu psikologi. Tempat favorit untuk belajar adalah gazebo (bangunan dari kayu) beralas tikar, dan jamuan teh jahe hangat yang disediakan Bi Surti menemani ku saat belajar . Darinya aku belajar banyak tentang pribadi seseorang, kenapa orang bisa menjadoi sangat keras, dan marah, itu karena kekecewaan, dan aku posisikan ayahku sering marah karena marah, sedih, dan kecewa keras atas meninggalnya ibu. Belakangan perangai ayah menjadi berubah layaknya monster, ia menjadi amat kasar, bukan lagi dengan fisik, namun kata-kata, ia katakan bahwa aku pembawa sial, penghacur rumah tangga, atau pembawa sial, semua bernada kasar dan negatif. Tak jarang sisi melankolis ku bergejolak kuat, aku ingin menangis, untunglah Pak Darman selalu menenangkan ku dan berpesan untuk selalu mendoakan nya, Pak Darman selalu berpesan sebenarnya yang paling kasihan adalah ayahmu karena ia menyakiti dirinya dengan melampiaskan ke anaknya. Kelakuan nya bertambah umur makin aneh, sering membawa perempuan muda, berpakaian seksi, dan tertawa becanda , bermesraan di dalam kamar mewahnya, rumah besar ini sekarang tak beda seperti sarang PSK. Terakhir ada dua perempuan dijadikan menjadi simpanan di rumah, dan kumpul kebo, tanpa ada ikatan pernikahan resmi. Kegelapan hati mengisi ruangan hidup ayahku, hari demi hari makin sering menghina dan memarahiku. Mendidik ku dengan cara kasar dan kejam, tanganku sering lebab, punggungku juga lecet karena cambukannya. Aku makin keras dan bersikukuh dengan pendirianku, tak jarang aku mulai berani melawan apa yang diucapkan ayahku. Kata-kata negatif yang keluar dari mulut bandot tua itu kusangkal, kata-kata bodoh, pembawa sial kukembalikan. Aku tak bermaksud kurang ajar, yang kutakutkan adalah ketika kata-kata petuah ayahku akan menjadi kenyataan, aku percaya kata-kata diucapkan akan menjadi doa. Ketika cambuk melayang ke atas badanku, aku hanya bisa menahan tangis, aku berusaha memperlihatkan bahwa aku kuat, aku perkasa menahan segala kekerasan fisik padaku, namun yang kulawan hanya kata-kata kasarnya saja. Semakin kata-kata nya kusangkal dan tolak, makin kejam juga perlakuan fisik ayah padaku. Hampir tiap malam, dengan sabar Bi Surti mengobati lebab hasil kekerasan ayahku, Bi Surti mengompres luka-luka dengan air hangat, dan mengoleskan obat, belum juga luka lebab lama pudar, muncul lagi luka baru. Aku masih mampu menahan dengan sedikit meringis ketika dioleskan obat, sakit hati ku yang lebih perih adalah dari kata-kata negatif ayahku. Rasanya menyakitkan hatiku, Sungguh pedih Suatu malam, ketika Bi Surti mengobati luka-lukaku, ia bercerita tentang masa muda ayah. Ia bercerita, ayahku adalah orang yang kaya, terpandang, ramah, dan dermawan. Jiwa sosial nya tinggi, setiap bulan rutin menyantuni anak-anak yatim di panti asuhan “Kasih” . Ia juga orang pengertian dan yang paling dihormati adalah para perempuan yang membantu ia sukses, pertama adalah ibu nya, istri, dan pembantu setianya, orang yang sedang bercerita, Bi Surti. Dalam melangkah, ia terlebih dahulu meminta saran dari ketiga orang terpenting dalam hidupnya. Kebahagiaan itu dengan cepat terenggut, ayah menjadi berubah total ketika istrinya meninggal. Ia sangat sedih dan kecewa, karena setelah usia pernikahan di usia 10 tahun, baru dikaruniai anak, dan akhirnya nyawa ibu terenggut dengan pengorbanan melahirkanku. Sekarang aku mengerti, terkadang benar juga kata ayah, aku pembawa sial. Namun kucoba tepis semua itu. Aku terus belajar dan membaca dengan serius buku-buku yang dibawakan Pak Riswan ke rumah. Aku sangat menyukai buku-buku bertema Psikologi dan kepribadian manusia. Ilmu yang menyenangkan dan menantang diperdalam, karena bersifat abstrak, tak mudah diterka dan ditebak, bisa didekati dan dikenal lewat hati, bahasa kasih, dan komunikasi. Semua itu membawaku ada hasrat dan impian untuk menyelamatkan dan mengembalikan sikap ayah di masa sebelum aku ada di dunia. Mampukah aku membantu ayahku keluar dari lingkaran kemaksiatan yang dibentuknya sendiri karena kekecewaan dan kesedihan mendalam? Ia mencoba memunafikkan dan melarikan diri, memanipulasi dirinya, menjadi pelarian dari masalah. Dalam malam-malamku aku berharap untuk mampu menyelesaikan masalah kepribadian ayahku. Namun kadang terbesit rasa sakit hati karena ulah kekerasan fisik, dan kata-kata yang menstimulusi dan meracuni otakku ini. Pak Riswan selalu berpesan untuk dapat membuka diri, melepaskan kepahitan, rasa sakit hati, dan memaafkan ayah. Orang yang paling harus kukasihi dan diselematkan bukan ayahku secara fisik, namun keadaan psikologi ayahku. Pernah suatu saat Pak Riswan memberikan saran, membawa teman dan gurunya seorang Psikolog perempuan, namun aku urungkan niatnya. Aku terkadang berpikir aku juga butuh bantuan psikolog untuk menyelamatkan batinku, namun sekarang aku belum terlalu membutuhkan karena ada Pak Riswan yang menjadi guru sekaligus motivator hidup untuk bertahan hidup sejak usia 8 tahun, sudah hampir 15 tahun ia membimbingku. Sampai suatu waktu Pak Riswan mengajakku bergabung di sebuah sekolah yang telah lama yang dirikan, sekolah dari tingkat PlayGroup (Pra sekolah) sampai SD, aku diajak untuk membantu mengajar anak-anak di level Pra Sekolah. Kata Pak Riswan aku paling cocok mengajar di tingkat itu, karena memiliki wajah yang baby face, dan ramah. Memang walau batinku terluka karena sakit hati pada ayahku, aku tak pernah tunjukkan sedikit pun wajah kesedihan atau sakit itu. Keceriaan mulai mengisi hari-hariku, karena kesibukan mengajar dan bermain bersama banyak anak-anak. Kelas kecil yang muat untuk bergerak bebas dengan kapasitas 15 anak. Setiap hari bergembira, bernyanyi, mendongeng. Di kelas itu, aku bekerja bersama dua rekan yang lain, Miss Anne dan Miss Syiffa. Memang inilah pola pembelajaran di PlayGroup “Ceria” program kelas yang membiasakan anak-anak memanggil dengan nama Miss dan Mr. Program PlayGroup bilingual (Bahasa Indonesia dan Bahasa Inggris). Kutemukan sisi lain kebahagiaan anak-anak, jauh berbeda dengan masa kecilku, terkadang di ruanganku menyalurkan kesedihanku lewat tulisan. Kuharapkan tulisan-tulisan itu mampu menginspirasi dan menggugah para anak-anak utuk kreatif, dan menyalurkan hobby nya. Program yang kubuat efektif , banyak yang terinspirasi dengan tulisanku dan mengikuti jejakku. Kusiapkan beberapa papan untuk menempel hasil karya anak-anak. Dari banyak tulisan, ada satu tulisan yang berkesan, kulihat penulis nya adalah Gerdy. Tulisan nya benar-benar polos dan lugu, menceritakan sisi kehidupan dunia pemulung, setiap hari sepulang sekolah ia menjadi pemulung membantu ibunya, di pagi harinya, berjualan Koran dengan mengambil koran dari loper dekat sekolah, dan membantu berjualan kue di sekolah. Walau usia nya belum genap 8 tahun, namun sudah pandai bercerita. Kesehariaan yang sederhana, dan hanya tinggal bersama ibu nya di sebuah rusun tua. Sebuah gambaran realita kehidupan berbanding jauh dari kehidupanku yang serba kecukupan. Dalam keterbatasan, dan kesulitan hidup, dapat kuamati kehidupan Gerdy lebih bahagia , memiliki ibu yang menyayangi dirinya, saling membantu, dan berusaha bangkit untuk terus hidup, meski berat menjalaninya, mereka berdua menginspirasiku untuk terus bersyukur dan tersenyum. Aku dekatkan emosi ku pada dua orang itu, anak dan ibu. Hubungan batin yang tak pernah kudapat sepanjang hidupku. Ada rasa bangga, sedih, dan senang melihat kehidupan mereka, kesalutan untuk berkorban, tersenyum, adalah anugerah terbesar dalam hidup. Aku bersyukur, Pak Riswan membentuk aku untuk menjadi pribadi baik, dewasa, dan memperkenalkan ke dunia sosial yang kompleks. Banyak pengalaman yang kudapat dari sekolah “Ceria”. Dalam kebisuan hari-hariku, ku mencari sesuatu harapan baru tentang cinta. Masihkah ada keharmonisan? Masih adakah ikatan kekeluargaan? Dalam sepanjang hidupku ini belum pernah kurasakan ada ikatan cinta dalam keluargaku sendiri, sebaliknya kutemukan arti keluarga dari orang lain. Aku terkadang menyesal dan bertanya, mengapa terlahir dari keluarga yang seperti ini, serba keterbatasan emosi, penuh dengan keegoisan masing-masing. Memiliki dunia nya masing-masing, tidak ada pembicaraan yang berarti dan mampu mempersatukan. Malam menjadi teman dan sahabatku, terkadang tak kusadari air mata menetes, entah apa yang kupikirkan aku tak pernah tau, mungkin ini hasil kumulasi dari rasa penyesalan dengan kondisi keluarga ku, Salahkan ya Tuhan, bila aku tak bisa bersyukur? Hanya momen-momen tertentu saja yang mampu mempersatukan kami, itu pun hanya sesaat, sebelum kembali kepada urusan masing-masing, dalam keegoisan. Sampai suatu peristiwa membuatku tersadar , di dunia ini tak ada yang sempurna, ketika kupampang gambar-gambar terbaruku bersama ayah, ada juga yang merasa iri dengan kebahagiaan ku, tapi mereka tak pernah tau bagaimana proses pengorbanan cara berkomunikasi yang begitu alot, layaknya memakan daging yang kurang matang, begitu sakit, tidak mengenakkan. Ketika orang bertanya apa cita-cita dan harapan ku, aku hanya mengatakan, ingin tenang. Dalam hal ini ketenangan mengandung banyak makna , tenang yang sepi, hanya ditemani samar-samar iringan musik jazz atau klasik era Mozart tenang. Yang lain memiliki keluarga yang harmonis, menghangatkan, tak ada pertengkaran, semua menjadi terkontrol. Aku hanya ingin menyendiri di suatu tempat, sambil sesekali menuliskan bait-bait dan syair tentang hidup dan kegalauan hati banyak orang. Tenang yang terkahir adalah kembali pada-Nya dalam keheningan dan kebisuan, tenang kembali menjadi tanah dan debu. Bukankah kodrat manusia, dari debu menjadi debu. Seharusnya beberapa bulan lalu aku telah menjadi debu, namun takdirku berkata lain, aku terselamatkan dari kecelakaan sepulang mengajar dari sekolah. Aku tak mengingat jelas kronologi kecelakaan itu, menurut cerita Bi Surti yang didapat dari informasi pihak rumah sakit dan polisi, mengatakan aku di bawa ke rumah sakit oleh supir taksi yang menemukanku, tergeletak di jalan, aku terlempar cukup jauh, penyebab nya simpang siur, ada yang melihat kejadian, aku mencoba menyelip sebuah truck pengangkut pasir, ada juga yang mengatakan aku ditabrak truck itu. Sampai sekarang, aku juga masih belum dapat mengingat kejadian itu. Setelah mendengar info itu, dengan cepat ayahku lari ke rumah sakit. Nyawaku hampir tak tertolong, aku kehabisan banyak darah, dan kebetulan ayahku memiliki golongan yang sama. Dia mendongorkan darahnya untukku, anak yang tak pernah disayang, selalu dihujati kata-kata kotor. Aku juga mengalami mati suri selama hampir 24 jam, namun akhirnya aku terselamatkan kembali namun dalam keadaan koma. Kecelakaan yang parah. Setelah itu, ayahku dengan setia menemani dan menjagaku, menangisi keadaan ku, hingga sampai suatu hari, kanker yang sudah menggerogoti tubuhnya memasuki stadium tinggi karena ia memikirkan keadaan ku, kurang istirahat, sampai siatu hari ayah meninggalku selamanya ketika aku dalam keadaan koma. Dan sekarang ketika aku kembali sadar, yang tersisa hanyalah darah ayah yang merasuk bercampur darahku, secarik kertas yang menceritakan betapa sayangnya ia padaku, namun karena kepahitan di masa lalu akibat perbuatan keras ayahnya, ia lakukan hal serupa juga padaku. Dalam suratnya ia juga mengucapkan kata permintaan maafnya, telah menghujani ku dengan kata-kata kasar. Aku bersyukur karena sebelum kecelakaan aku masih sempat berfoto, berjalan bersama ayah meski keaadaan tetap kaku, dan dingin. Aku tak pernah menyangka itu adalah momen terakhir bersamanya. Sekarang aku tinggal bersama Bi Surti, dan baru saja, Gerdy dan ibunya kuajak tinggal bersamaku di rumah besar. Ternyata Tuhan menghadiahkan mereka berdua sebagai pengganti ayahku. Sering juga Pak Riswan dan keluarga mengunjungiku, kami sudah seperti keluarga. Selamat jalan ayah, semoga kau tenang di dunia keabadian bersama ibu, Ananda Ryan

Rabu, 03 April 2013

Perempuan Terindah (Cerpen--- True Story)

Perempuan Terindah Nenek ku tercinta Oma Nuryati telah berlalu ke dunia dan dimensi yang lain. Pesonamu, kekuatanmu, telah mampu mengindahkan dunia. Dengan senyuman khas mu, memberikan pesona keramahan. Selera humor dan candaanmu mengingat kami pada kasih tanpa ada beban. Cinta yang kau bagikan begitu suci, murni, tanpa ada dendam terpendam. Jiwa dan ragamu yang sering mengalah, menghindari pertengkaran, tak ada orang yang membencimu. Kedamaian dan ketenangan kau bagikan di tengah-tengah kami. Bangun pagi-pagi menyiapkan segala kebutuhan hidup sehari-hari, memasak, mengantar sekolah, kau sibuk tanpa kenal lelah dan keluh. Baru merebahkan badan di malam lelap dengan ditemani lagu-lagu religi penghantar tidur yang sesaat untuk kembali bangun di subuh hari dan rutinitas. Sekarang, Tuhan telah memanggilmu, jiwa dan ragamu telah tenang tanpa merasakan ada sakit yang berlanjut. Tuhan sungguh amat sayang sehingga IA cepat melepaskan beban sakit yang merasuki tubuhmu. Hanya 1 hari 1 malam, kau berada dalam ruang rumah sakit. Setelah itu kau menghadap sang Pencipta, bersatu di surga dalam hidup baru kekal abadi. Tak usah ada tangisan, karena kami percaya kau telah bahagia. Kami ikhlaskan kepergianmu ke dunia baru Selamat jalan, Oma, kami di dunia ini terus mengenang dan mendoakan mu selalu. Ini adalah sepenggal baris puisi yang sempat kutuliskan saat aku kembali ke kota di mana aku melanjutkan bekerja. Air mata ku tak habis menetes, mengingat kasih dan sayang nenek ku, nenek ku yang biasa kusapa dengan panggilan oma, itu kini telah meninggalkan dunia ini menuju dunia yang baru. Ada kekuatan ikatan batin yang kuat antara aku dan dirinya. Penggalan kisah lama , mewarnai otak ku, memori kenangan lama, saat aku masih bayi, kubuka kembali album foto yang mulai menua dan kuning karena termakan usia, telah lebih dari 20 tahun. Terpampang gambar ketika ku masih bayi, digendong, merayakan ulang tahunku, dan ketika aku belajar bermain piano, ia setia dengan senyum mengamatiku. Kesuksesan ku sekarang sebagai penulis, dan pemain piano, tak lepas dari perhatian dan dukungan Oma. Ketika aku jatuh di saat sulit belajar atau memiliki nilai buruk secara akademik, ia tetap menenangkan hatiku, dan mengajari bagaimana cara harus ikhlas,, menerima kenyataan jika aku harus gagal atau tak naik kelas, sembari bertenun berdoa, memohon yang terbaik untuk anak dan cucu-cunya. Sesuai namanya Nuryati. Ada kata Nur di awal penggalan kata yang memiliki arti Cahaya. Cahaya yang adalah salah satu ciptaan Allah, memberikan sinarnya seperti matahari menghangatkan, atau rembulan di malam hari menghangatkan orang yang melihatnya. Begitu juga dan sikap nenek ku, dalam keseharian ia terlihat ceria, tak ada aura mengeluh, lelah, atau murung Ketika ia sakit, ia sembunyikan rasa sakit itu, dan berkata “Aku baik-baik saja,” dan akan baik-baik saja, sebab Allah menjaga setiap insan yang setia dan bertaqwa padaNya. Keikhlasan dan sikap mengalah mengisi kesehariaan. Secara fisik, ia kurus, ia begitu cekatan dan gesit dalam bekerja, bangun pagi-pagi buta sebelum ayam jago berkokok, bahkan mungkin ketika ayam masih tidur terlelap, oma sudah terbangun dan sibuk menanak nasi, menyiapkan kebutuhan keluarga, menyiapkan hidangan untuk anak-anak sebelum berangkat bekerja. Menyiapkan segala keperluan cucu nya, dan bersiap diri mengantarku ke sekolah. Selepas mengantarkanku, ia tak diam saja, mengambil tas belanja, dan dompet dikempit di ketiak, untuk bergegas cepat menuju pasar, membeli sayur, daging, ayam, buah, dan sedikit gorengan, lalu masak, semua dikerjakan dengan senang, dan hati bersyukur. Matahari mulai meninggi di tengah langit, bertanda waktu telah siang, ia bergegas menuju tempat yang berbeda, dengan menggunakan becak langganan, ia mulai menjemputku dari sekolah. Di kala menunggu anak-anak sekolah sebayaku keluar, ia dan beberapa orang tua lain, asyik bercerita, tertawa, bercanda, selera humor tetap dipancarkan, tak ada sedikit pun aura kesedihan atau keterpaksaan melakukan segala rutinitas. Semua orang tua murid menyukai sikap omaku, bahkan guru-guruku takjub melihat semangatnya. Sepulang sekolah, dalam perjalanan pulang, sering aku dijajakan minuman segar es teh yang dituangkan oleh penjual ke dalam plastik. Sedangkan, ia sendiri menggandengku tanpa minum atau makan. Sering, juga beberapa orang tua murid mengajaknya pergi sebentar ke mall atau supermarket, namun sering juga dia tolak dengan alasan nanti cucuku menunggu dan mencariku. Sikap nya terus mengalah, dan berkorban untuk anak dan cucunya. Tapi semua ia lakukan karena cinta, penuh keikhlasan. Tidak berhenti di sana saja, sepulang saya sekolah, ia sibuk menyiapkan hidangan hasil masakan seharian, di meja, makan bersama. Selepas itu, mencuci piring kotor. Membersihkan kamar, menyirami tanaman, dan di sore hari baru bisa membersihkan sisa-sisa keringat dan kotoran yang menempel pada tubuhnya karena panas dan debu. Mencuci pakaian dirinya sendiri, anak-anak dan cucunya, hingga matahari terbenam di ufuk barat, dan suara adzan magrib mulai terdengar, ia baru dapat merebahkan tubuhnya sembari becanda dan bercerita bersama anak dan cucunya. Kebiasaan dan teladan yang positif ia bagikan bagi keluarga, lingkungan sekitar. Tak jarang juga, jika ada rejeki, ia berbagi kepada “orang kecil” (pedagang pasar) atau pembantu paruh waktu, ia berbagi uang, ataupun hanya sekedar roti atau makanan ringan untuk anak-anak “orang kecil”. Kegiatan rutin itu ia lakukan setiap hari tanpa lelah. Kami sekelurga bersyukur, karena usianya yang tak lagi muda, ia tetap bersemangat tinggi, tak pernah kulihat ia sakit. Pernah suatu waktu, ia terlihat lelah, kita bantu meringankan pekerjaan nya, namun ia malah marah, dan berkata. “Kalau pekerjaanku, kalian kerjakan, aku duduk diam saja, itu membuatku cepat menua, lupa dan menjadi sakit.” Jadi semenjak itu, kita tak ada yang berani melarang gerak langkahnya, membebaskan namun tetap mengontrolnya. Di kala malam menjelang ia mendengarkan radio yang berisi lagu-lagu religi, ia putar hingga puncak malam. Waktu terus berjalan, kita tak mampu melawan waktu, memundurkan waktu, aku beranjak remaja, dan dewasa, oma ku masih suka bermanja denganku. Namun sayang, ketika aku memasuki gerbang universitas. Kutegakan hatiku, meninggalkan ia bersama anak-anaknya. Aku pergi berkelana menuntut ilmu lebih lanjut ke kota lain. Awalnya ia sedih, dan tak rela melepasku, namun dengan bujukan dan kata-kataku akan sering pulang dan mengunjungi, ia ikhlaskan kepergian ku ke kota lain. Di balik kesederhanaan dan keceriaan, sempat kudengar kabar, bahwa ia memiliki masa lalu yang pahit, terpaksa karena desakan orang tua harus berpisah dengan sang suami karena tak mampu memberikan nafkah. Suaminya sempat diusir dan keluar secara paksa dari keluarga. Jika ku yang menjadi posisi itu, amat terluka dan sakit batin. Dengan hati sedih, ia merelakan untuk tetap hidup sendiri, merawat anak-anaknya hingga tumbuh besar. Lalu bagaimana dengan identitas sang suami, tak ada anggota keluarga pun yang mengungkit lagi, berusaha melupakan dan mengubur semua kisah lalu dengan mengatakan bahwa sang suami telah meninggal. Aku pun selaku generasi ketiga keluarga itu sampai detik ini, tak pernah mengetahui nama kakek, apalagi foto, dalam kumpulan foto-foto album yang telah menguning karena termakan usia, tak pernah kujumpai sesosok kakek, jika benar sudah meninggal, mengapa tak kudapatkan gambar rupa dirinya? Ini pasti ada rahasia besar di dalamnya. Mungkin dulu ketika aku kecil, masih mudah dibohongi, namun semenjak aku beranjak remaja dan dewasa aku mulai sadar, tapi sudahlah semua tanda tanya dan misteri rahasia besar ini tetap kusimpan dalam hatiku saja. Hanya alam, bahasa isyarat, waktu, dan Tuhan sang Pencipta yang menyaksikan kisah hidup insan manusia dari masa ke masa. Kembali lagi ke masa di mana aku berpijak ke kota lain, dan melanjutkan aktivitasku, kuliah, pada awal masuk kuliah, aku merasa kehilangan sosok yang memanjakanku, aku seperti kehilangan pegangan, sempat suatu hari, saat puncak kelemahanku, ada hasrat untuk menyudahi hidup yang fana ini. Namun selalu ada saja, tangan-tangan teman yang selalu mencoba menghalangi. Sampai pada akhirnya di tengah perjalanan masa perkuliahan, aku bertemu sosok perempuan. Ia keibuan, perangai sifantnya ceria, menunjukkan gairah hidup yang tinggi, mengingatkan pada sosok oma ku yang jauh tinggal di kota asalku. Aku dibimbingnya, diarahkan, dan diberi banyak kekuatan, motivasi untuk terus bangkit hidup. Hidup ini memang berat, penuh perjuangan, namun kita yang terkadang lemah, harus membagikan senyum, dan wajah keceriaan. Sebab jika kita tersenyum, maka dunia pun akan berbalik tersenyum pada kita. Itu salah satu kata motivasi yang sampai saat ini masih teringat di otakku. Kenyamanan di tempat baru, sempat membuat diriku terlupakan sosok oma, yang masih ada di kota asal, mengharapkan kedatanganku tiap tahun. Sempat 2 tahun aku tak mengunjunginya, tak dapat merasakan aroma tubuhnya, tak dapat merasakan sajian masakan buatannya. Tak merasakan belaian lembut tangannya yang mulai menua keriput karena usia. Hanya lewat telepon, kudapat dengar suaranya , yang tak berubah, penuh kegembiraan, dan tetap menanyakan berkali-kali tak pernah bosan, “kapan kamu akan kembali lagi ke sini”? Aku janjikan akan kembali setelah aku lulus kuliah, karena memang aku sedang sibuk bekerja juga di kampus sebagai assisten dan memberikan bimbel paruh waktu. Itu kulakukan dengan tujuan, tak memberikan banyak beban pada keluarga untuk membiayai finansial kuliah, yang makin lama makin meninggi naik, seperti perubahan kurs pada saat krisis moneter. Gaya hidup di kota ku menuntut ilmu kuliah pun memaksa ku mencari tambahan uang lebih, karena lingkungan sosial tetap menjadi pintu gerbang untuk berkomunikasi. Namun tetap kupilih dan kupilah pergaulan positif dan membangun agar tak terjerumus pada hal buruk. Tahun terus berlalu, aku pun lulus dari kuliahku, dan pada saat ceremony (wisudaku) kuharapkan sosok oma untuk datang, namun kembali lagi dalam kesederhanaan, ia menjawab, aku doakan saja dari sini selamat untuk kesuksesan kamu, oma di sini saja, nanti rumah tidak ada yang urus, dan tidak ada orang masak. Setelah ceremony itu, kuputuskan untuk kembali ke kota asalku, untuk kembali merasakan kehangatan seorang nenek, merasakan masakan nya, dan semua kelembutan, ia benar-benar tak berubah, masih sama seperti yang dulu kukenal. Sayang, waktu memaksaku untuk kembali ke kota menuntut ilmu dan beranjak dari kenyamanan, untuk kembali hidup mandiri. Tak selang lama, aku mendapat pekerjaan, sebagai konsultan, dan semakin tersibukkan, terpaksa hanya memiliki saat istirahat 4-5 jam setiap hari. Di sela-sela kosong malam hari, setiap minggu sekali, oma tetap mengingatkan ku untuk makan, dan menjaga kesehatan. Ia juga selalu rindu padaku, dengan menanyakan kapan mau kembali lagi ke kota asal? Aku mengatakan bahwa pekerjaanku mulai menumpuk, banyak klien yang mulai percaya dan mereferensikan pada rekan lain. Dia dengan sabar, dan terus mendoakan untuk kesuksesan ku dengan bisnis baru. Tak pernah kusangka dan kuduga sebelumnya, tak ada firasat sedikitpun terbesit dalam pikiranku. Pesan dalam telepon itu, adalah kali terakhir di mana aku dapat merasakan sosok nya. Di akhir minggu, di hari Jumat, kudapat kabar, dari kerabat di kota asalku, mengatakan bahwa oma, sekarang sudah tidak bisa apa-apa, terbujur kaku, lemah, di balik sosok keceriaan yang selalu kulihat telah hilang dari pada tubuh menua nya. Kerabat membawa oma, ke rumah sakit, memberikan pengobatan untuk kesembuhan, fasilitas terbaik telah diupayakan, alat pacu jantung, dan pernafasan telah terpasang di tubuh nya. Gambaran kesedihan melingkupi keluarga besar kami, sempat mata nya terbuka dan tersadar, namun tak merespon para dokter, suster, dan kerabat, ia terdiam, bisu, seperti mayat hidup, ia mulai tak tenang dengan alat-alat yang menempel pada tubuhnya, tingkahnya gelisah, rewel, ia tak mampu berbicara, lemah. Kami sudah ikhlas, karena dokter mengatakan potensi untuk sembuh kecil, operasi juga tak mampu dilakukan mengingat faktor usia. Jadi hanya lewat obat, alat pacu jantung, dan pernafasan , serta doa yang mampu menolong. Masa kritis nya selama 5 hari, jika berhasil melewati masa kritis, maka kemungkinan akan menderita stroke berat. Dengan menggunakan transportasi tercepat, aku bergegas ke kota asalku, namun apa yang manusia kehendaki untuk kesembuhannya tak terjawab, Tuhan, Sang Pencipta lebih sayang oma. Sabtu pagi, oma telah berpulang , meninggalkan kita semua. Saat diberi informasi tersebut air mata mengalir deras, tapi aku menarik ulur dan mengambil sisi positif, sesuai dengan permintaan oma, ketika tiba saat nya ia berpulang, ia tak ingin merasakan sakit, merepotkan anggota keluarga, apalagi harus terdiam di kursi roda. Doa dan harapan nya kini telah terkabul Semua orang terdekat dan dijumpai tiap hari terkejut, karena jumat pagi, ia masih beraktivitas belanja di pasar, becanda, terlihat sehat, hanya pada hari itu, menurut pengakuan salah satu penjual di pasar yang datang pada saat pemakaman, oma terlihat seperti orang terburu-buru, namun tetap ramah, sambil melambai-lambaikan tangan. Rupanya lambaikan tangan terakhir tanda perpisahan Sekarang , Kau Perempuan Terindah , telah menuju ke dunia baru. Dunia Kekal menuju Keabadian Sejati Kelak suatu saat nanti kita akan bertemu kembali di surga-Mu Tuhan Kesedihanku adalah cinta ku padanya belum dapat terucap , dan aku belum sempat bertemu di kala-kala detik-detik penderitaannya menuju kematian aku tak ada di sampingnya Semarang, 22-23 Februari 2013

Daun Impainku

Aku kembali lagi dalam dunia yang fana ini... Bersetubuh dengan bumi, matahjari, dan bulan di malam hari ini... Lewat mimpi aku berjalan maju atau mundur,... Mampu mempermainkan sejarah di dalamnya,,, berdasar halusinasi... fatamorgana... dan khayalan... Namun dunia tak pernah sama... ia terus berjalan maju ... Dan berubah setiap waktu.... Bukan jamannya lagi semua tangan harus bekerja secara manual,,, semua dapat cepat terjadi dengan mesin,,, bahkan robot.... Smua di jalankan dengan era hi-tech Siapa yang tak mau mengikuti perkembangan dan perubahan jaman, ia akan tergerus dan berlalu dari dunia ini., tak mampu menjadi pembuat perubahan... Badanku kuhempaskan pada pasir putih penuh kedamaian dan ketenangan... Terhenyak dari mimpi panjang,,, dan harus kutinggalkan masa kenyamanan itu Sbab hidup ini harus seimbang, seperti kepercayaan China Yin-Yang... Agar hidup tak menjadi berat pada satu sisi,,, keseimbangan fisik dan batin... Religius, dan dunia real Kita manusia tak boleh lagi mengeras,,, harus mampu fleksibel... Jika semua hal itu dapat dilakukan hidup ini akan lebih damai dan tenang... Sudut Perubahan dan Kebangkitan --- 04 April 2013---